TEMPO.CO, Jakarta - Nama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto terus disebut dalam sidang lanjutan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP untuk terdakwa Andi Narogong. Sejumlah fakta persidangan menunjukkan satu demi satu peran dan keterlibatan Setya Novanto.
Pertama dalam persidangan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto pada Kamis, 6 April 2017. Salah satu saksi, yaitu Ade Komarudin, bekas Sekretaris Fraksi Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat, mengaku pernah bertemu Setya Novanto di rumahnya, sebelum Ketua Umum Partai Golkar tersebut ditetapkan menjadi tersangka pada Senin, 17 Juli 2017. Mereka membicarakan isu e-KTP, “Beh…kalau soal e-KTP aman Beh,” kata Akom menirukan ucapan Setya kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat saat itu.
Baca: Rudi Alfonso Akan Diperiksa untuk Tersangka Setya Novanto
Akom juga mengaku pernah menghadap Aburizal Bakrie yang waktu itu menjabat Ketua Umum Partai Golkar guna menyampaikan desas-desus korupsi e-KTP yang melibatkan Setya Novanto. Akom menyampaikan kekhawatirannya kepada Ical, panggilan Aburizal Bakrie. Akom mengatakan partai bisa bubar apabila ada aliran
dana e-KTP masuk ke rekening partai. “Saya takut Pak Nov (Setya) terlibat dalam masalah ini,” ujarnya.
Kedua, dalam persidangan untuk terdakwa Andi Narogong pada Jumat, 13 Oktober 2017, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan saksi yaitu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Bekas Ketua Komisi Pemerintahan DPR RI itu mengaku pernah bertemu Setya di Bandara Ngurah Rai, Bali sekitar tahun 2011 dan 2012.
Saat persidangan, Ganjar menuturkan pada majelis hakim, "Dia (Setya Novanto) bilang ke saya, jangan galak-galak, urusan KTP sudah beres," kata Ganjar menirukan ucapan dari Setya. Mendengar hal itu, anggota majelis hakim saat itu sempat berkelakar, "Anda memang galak ya ?". Ganjar hanya menjawab, "Ya, enggak tahu saya."
Baca: Cerita Dirut Murakabi Bisa Ikut Tender Proyek E-KTP
Dalam sidang itu, jaksa penuntut umum KPK Abdul Basir sempat menanyakan lagi apa maksud dari ucapan Setya "urusan KTP sudah beres". Ganjar memprediksi bahwa yang dimaksud Setya memang proyek e-KTP yang dibahas oleh Komisi Pemerintahan DPR dengan Pemerintah. Ia mengaku tidak ada lagi pembicaraan lanjutan dengan Setya saat pertemuan singkat tersebut.
Ketiga, pada persidangan Jumat, 27 Oktober 2017, saksi yang dihadirkan yaitu komisaris PT Murakabai Sejahtera, Onny Hendro Adhiaksono. Murakabi merupakan salah satu peserta ternder e-KTP. Keikutsertaan Murkabai disinyalir dimanfaatkan untuk merekayasa tender tersebut.
Onny membenarkan bahwa Murakabi berkantor di Menara Imperium, Kuningan, Jakarta Selatan. Belakangan dari pernyataan jaksa KPK, menara tersebut dimiliki oleh Setya Novanto.
Keempat, pada persidangan Jumat, 3 November 2017, nama Setya Novanto muncul dalam rekaman pembicaraan antara Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan Direktur Biomorf Lone LCC Amerika Serikat Johannes Marliem. Dalam percakapan ini, Setya disebut ikut menerima uang terkait e-KTP. Kepada Marliem, Anang yang memimpin PT Quadra Solutions, salah satu anggota konsorsium
PNRI pemenang tender e-KTP, juga mengaku telah bertemu Setya di Vegas. Namun ia tidak merinci apakah Vegas yang ia maksud adalah Las Vegas, Amerika Serikat. Kepada Hakim, Anang juga mengaku bahwa terdakwa Andi Narogong mendapat back up (dukungan) dari Setya.
Baca: Keterangan Setya Novanto di Sidang e-KTP Dianggap Membingungkan
Kelima, pada persidangan yang sama yaitu 3 November 2017, keponakan Setya, Irvanto Hendra Pambudi hadir bersaksi. Irvanto membantah keterangan pamannya. Kepada hakim, Setya hanya bertemu dengan Andi sebanyak dua kali secara kebetulan di Teabox Café, Jakarta Selatan. Namun, Irvan justru mengaku pernah beberapa kali melihat Andi di kediaman Setya di Jakarta Selatan. “Waktu itu ada open house,” kata Irvan.
Dalam sidang itu, KPK juga sempat mencecar Irvan soal kepemilikan saham keluarga Setya Novanto di sejumlah perusahaan yang terkait e-KTP. Irvanto dan Dwina Michaella, putri Setya, masing-masing disebut pernah menjadi direktur
operasional dan komisaris Murakabi. Istri Setya, Deisti Astrinai Tagor dan anak, Reza Herwindo, masing-masing memiliki saham 50 persen dan 30 persen di PT Mondialindo Graha Perdana. Mondialindo adalah pemiliki 42,5 persen saham Murakabi. Atas keterangan ini, Setya hanya menjawab, “Tidak pernah disampaikan ke saya,”
ujarnya saat bersaksi.
Keenam, pada persidangan terakhir, Senin, 6 November 2017, jaksa KPK menghadirkan Direktur Utama Murakabi yaitu Deniarto Suhartono. Deniarto mengaku pernah bertemu dengan Setya di sebuah cafe di Grand Indonesia sekitar tahun 2005 hingga 2007.
Deniarto mengaku pernah memimpin 14 perusahaan, termasuk Mondialindo dan Murakabi yang berkantor di Menara Imperium milik Setya Novanto. Sejumlah perusahaan didirikan dengan hanya begitu ada proyek, hanya memiliki dua orang karyawan, bahkan tidak memiliki modal dan asset. KPK ingin membuktikan bahwa Murakabi memang sengaja ikut untuk merekayasa tender, dengan melihat sepak terjang perusahaan lainnya di Lantai 27 menara Imperium itu selama ini.