TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pusat Studi dan Pendidikan HAM (Pusdikham) Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Maneger Nasution mengatakan sebaiknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi segera menjelaskan kepada publik terkiat beredarnya Surat Perintah Penyidikan terhadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Setya Novanto. Menurut Meneger, Setya dan keluarga serta publik berhak mengetahui kebenaran informasi tersebut.
“Sekiranya informasi itu tidak benar adanya, Setya Novanto dan keluarganya berhak dipulihkan nama baiknya,” kata Meneger dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tempo pada Selasa, 7 November 2017.
Baca: Rudi Alfonso Akan Diperiksa untuk Tersangka Setya Novanto
Pada Senin, 6 November 2017, beredar surat dengan kop dan cap dari KPK yang bertanggal 3 November 2017 perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan terhadap Setya Novanto. Dalam surat tersebut sudah dibubuhi ditanda tangan Direktur Penyidikan KPK, Brigadir Jenderal Polisi Aris Budiman.
Dalam surat tersebut juga tertulis bahwa pada Selasa, 31 Oktober 2017, telah dimulai penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan nasional atau e-KTP pada 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri). Korupsi tersebut diduga dilakukan oleh Setya Novanto bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus alias Andi Naragong. Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Ir. Sugiharto selaku pejabat pembuat komitmen pada Direktorat Jenderak Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri.
Namun, kata Maneger, jika informasi tersebut benar, Setya berhak diperlakukan seperti tersangka kasus e-KTP lainnya yang sudah ada lebih dulu. Selain itu, Maneger juga mengatakan bahwa Setya juga berhak mendapatkan perlakuan dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah.
Baca: Golkar Belum Tahu Isu Sprindik Baru Setya Novanto Tersangka
Manager juga mengusulkan, sebaiknya pimpinan partai yang bersangkutan bersikap sebagai negarawan untuk mengambil inisiatif dan tanggung jawab guna menganti posisi Setya Novanto sebagai Ketua DPR, jika seandainya informasi tersebut benar. Menurut dia, hal ini untuk memenuhi hak publik atas kemartabatan dan kehormatan lembaga publik. “Sebagai partai besar dan senior, mungkin ada banyak tersedia kader partai untuk posisi itu. Hal ini juga terkandung maksud untuk memberi kesempatan kepada beliau untuk fokus pada proses hukum yang dihadapinya,” kata dia.