Dinasti Politik Dibatasi di RUU Pilkada  

Reporter

Editor

Anton Septian

Kamis, 25 September 2014 08:58 WIB

Massa yang tergabung dalam "Koalisi Kawal RUU Pilkada" membawa poster seruan dukungan Pilkada Langsung pada aksinya di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu, 24 September 2014. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat sepakat membuat pembatasan dinasti politik dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Nuki Sutarno, juru bicara Fraksi Partai Demokrat, menyatakan keberadaan dinasti politik mudah menimbulkan politisasi dalam pemilihan kepala daerah.

“Sebaiknya tak ada garis lurus pertalian saudara,” kata dia dalam rapat panitia kerja rancangan perundangan tersebut di kompleks parlemen Senayan, Rabu, 24 September 2014. (Baca: Suharso: Pilkada Langsung Sesuai Khitah PPP)

RUU Pilkada disepakati masuk ke sidang paripurna pada Kamis, 25 September 2014. Rancangan beleid ini menuai polemik lantaran sebagian fraksi menghendaki pemilihan langsung dihapus. Adapun dinasti politik mengemuka setelah Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia diduga membangun dinasti politik di daerahnya untuk mengelola sejumlah proyek pemerintah.

Meski demikian, Partai Golkar, PDI Perjuangan, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Gerakan Indonesia Raya, serta Hati Nurani Rakyat memberikan toleransi khusus kepada keluarga politikus dalam pemillihan kepala daerah. Golkar, misalnya, hanya melarang calon berasal dari istri atau suami kepala daerah sebelumnya. “Tetapi anak diperbolehkan, “ kata Nurul Arifin, juru bicara Golkar.

Fraksi PDI Perjuangan menganggap larangan bagi anak kepala daerah mencalonkan diri dalam pilkada bakal berbahaya bagi konstitusi. Sebab, warga negara memiliki hak politik yang sama. “Sehingga perundangan bisa digugat di kemudian hari,” ujar Yasonna L. Laoly, juru bicara PDI Perjuangan. (Baca: Kata PDIP Soal Pengesahan RUU Pilkada Hari Ini)

Atas dasar hak politik itu, PAN, PKB, serta Gerindra juga memberi toleransi pasangan suami istri untuk mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah. Toleransi tersebut berupa jeda lima tahun bagi istri atau suami kepala daerah yang hendak mencalonkan diri.

TRI SUHARMAN

Baca juga:
Soal Gantung Diri di Monas, Anas: Siapa Bilang?
Adnan Buyung: Jaksa Penuntut Anas Bodoh
6 Orang Mati, Vonis Anas, dan Skandal Hambalang
KPK Ingatkan Anas Sesumbar Gantung Diri di Monas
FPI Demo, Masyarakat Diminta Dukung Ahok


Berita terkait

Dana Pengawasan Pilkada 2015 di 27 Daerah Masih Bermasalah  

22 Agustus 2016

Dana Pengawasan Pilkada 2015 di 27 Daerah Masih Bermasalah  

Bawaslu telah meminta Mendagri Tjahjo Kumolo untuk memfasilitasi penyelesaian permasalahan dana hibah pengawasan pilkada 2015.

Baca Selengkapnya

KPU Susun Opsi Verifikasi Dukungan Calon Perseorangan  

12 Juli 2016

KPU Susun Opsi Verifikasi Dukungan Calon Perseorangan  

Hadar bakal meminta bantuan Direktorat Pendudukan dan Catatan Sipil memastikan keberadaan pendukung calon perseorangan.

Baca Selengkapnya

Kajian KPK: Ada Calon yang Hartanya Minus Maju di Pilkada  

29 Juni 2016

Kajian KPK: Ada Calon yang Hartanya Minus Maju di Pilkada  

KPK melakukan penelitian dengan mewawancarai 286 calon yang kalah pada pilkada. Ini temuannya.

Baca Selengkapnya

Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna Diwarnai Keributan  

19 Juni 2016

Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna Diwarnai Keributan  

Polisi mengevakuasi anggota KPUD Muna keluar dari TPS sambil melepaskan tiga tembakan ke udara.

Baca Selengkapnya

Hari Ini Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna  

19 Juni 2016

Hari Ini Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna  

Ini merupakan pemungutan suara ulang yang kedua kali akibat saling gugat dua pasangan calon kepala daerah.

Baca Selengkapnya

Revisi UU Pilkada, Bawaslu Kini Bisa Periksa Politik Uang  

6 Juni 2016

Revisi UU Pilkada, Bawaslu Kini Bisa Periksa Politik Uang  

Bawaslu kini bisa memeriksa kasus politik uang dalam pilkada.

Baca Selengkapnya

Syarat Calon Perorangan Dipersulit, Ini Kata Pendukung Garin  

6 Juni 2016

Syarat Calon Perorangan Dipersulit, Ini Kata Pendukung Garin  

Pendukung Garin menilai seharusnya DPR sebagai wakil rakyat membuat aturan yang lebih bermutu.

Baca Selengkapnya

Disahkannya UU Pilkada Dinilai Memicu Potensi Konflik  

5 Juni 2016

Disahkannya UU Pilkada Dinilai Memicu Potensi Konflik  

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, ada persoalan yang akan terjadi seusai DPR mengesahkan UU Pilkada.

Baca Selengkapnya

Undang-Undang Pilkada Akhirnya Disahkan, Ini Reaksi PKS  

2 Juni 2016

Undang-Undang Pilkada Akhirnya Disahkan, Ini Reaksi PKS  

PKS sebelumnya menilai anggota DPR yang maju ke pilkada tak perlu mundur dari keanggotaan di Dewan, melainkan hanya perlu cuti.

Baca Selengkapnya

DPR Sahkan Undang-Undang Pilkada

2 Juni 2016

DPR Sahkan Undang-Undang Pilkada

DPR akhirnya mengesahkan undang-undang tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dalam sidang paripurna hari ini.

Baca Selengkapnya