TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah sedang mengkaji rencana pembubaran organisasi kemasyarakatan selain Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan pengkajian dilakukan karena sudah ada indikasi mengenai organisasi berbahaya lainnya.
"Polisi kan sudah menyampaikan ke publik bahwa ada indikasi-indikasinya, tapi kami kan belum ada bukti," kata Yasonna di kompleks Istana Kepresidenan, Kamis, 3 Agustus 2017.
Baca: Wiranto: Ulama Dukung Pemerintah Bubarkan Ormas Anti-Pancasila
Yasonna enggan mengungkapkan ormas lain yang dimaksud. Yang jelas, dia memastikan, pembubaran ormas radikal tidak dilakukan sembarangan. Pemerintah, kata dia, perlu melengkapi bukti-bukti pelanggaran ormas tersebut. “Tidak bisa hanya bermodal indikasi,” ujarnya. “Kalau ada laporan, kami kaji dahulu.”
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM resmi mencabut status badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia pada 19 Juli lalu. Pencabutan badan hukum perkumpulan HTI dilakukan setelah Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Dengan terbitnya Perpu tersebut, pemerintah tak lagi harus melalui proses pengadilan untuk membubarkan ormas. HTI pun telah melayangkan uji materi terhadap beleid tersebut ke Mahkamah Konstitusi karena menganggap hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Rencananya, MK menggelar sidang kedua pekan depan setelah pekan lalu menggelar pemeriksaan pendahuluan terhadap berkas gugatan HTI.
Simak pula: Presiden PKS Nyatakan Partainya Tolak Perpu Ormas, Ini Alasannya
Kepala Unit Kerja Presiden (UKP) Pembinaan Ideologi Pancasila Yudi Latief mengatakan lembaganya—baru dibentuk Jokowi pada akhir Mei lalu—belum mengidentifikasi ormas yang bertentangan dengan dasar negara. Menurut dia, struktur kedeputian bidang pengkajian dan evaluasi, yang baru sebulan bekerja, akan memonitor ormas, termasuk memberi pertimbangan dilakukannya penindakan jika terbukti radikal. "Berdasarkan review deteksi dini, ada masalah krusial,” katanya.
Yudi mengingatkan timnya bukan eksekutor. “UKP akan melaporkan ke instansi terkait," ujarnya.
Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani berharap pemerintah menunggu hasil uji materi Perpu Ormas di MK. Dia mengingatkan Perpu tersebut hingga kini juga belum dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat.
Meski proses di MK dan DPR tidak menghalangi pemerintah bertindak, Ismail khawatir langkah pemerintah menindak ormas lain setelah HTI akan menimbulkan kontroversi. Apalagi Perpu Ormas ini telah menimbulkan intimidasi terhadap anggota ormas. “Kampanye pemerintah sekarang tidak berhenti pada penghapusan ormas, tapi juga penindakan orangnya. Ini over-action namanya,” katanya.
Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari sependapat dengan Ismail. Dia menilai pemerintah telah gegabah membubarkan ormas HTI. Bila pemerintah terus memburu ormas lain, Feri khawatir akan memanaskan suhu politik. “Ini rawan dimanfaatkan oleh pihak tertentu dan akhirnya merugikan pemerintahan Jokowi,” katanya.
ISTMAN M.P. | MITRA TARIGAN