TEMPO.CO, YOGYAKARTA - Sejumlah anggota DPRD DIY masih merasa gamang jelang penetapan gubernur dan wakil gubernur DIY untuk masa jabatan 2017-2023 yang dilakukan pada Oktober mendatang.
Sukarman, anggota DPRD DIY dari Fraksi Golkar yang juga Panitia Khusus (Pansus) Penetapan Gubernur Wakil Gubernur DIY meminta sebelum proses penetapan gubernur ini sebaiknya semua hal dibuat terang benderang tanpa persoalan di belakang.
"Saat ini kan masih ada gugatan ke MK (Mahkamah Konstitusi) atas pasal 18 UU Keistimewaan, gugatan itu seharusnya dicabut saja," ujar Sukarman di sela penyerahan berkas persyaratan calon gubernur dan wakil gubernur dari pihak Keraton dan Puro Pakualaman, Senin 17 Juli 2017.
Pasal 18 ayat 1 huruf m dalam UU Keistimewaan digugat oleh sejumlah oleh sebelas orang dari beragam profesi seperti abdi dalem Keraton Ngayogyakarta, perangkat desa, pegiat anti diskriminasi hak asasi perempuan, serta aktivis perempuan tahun 2016 lalu.
Para penggugat mempersoalkan frasa "istri" yang ada di pasal tersebut yang dicantumkan sebagai salah satu syarat berkas pencalonan gubernur dan wakil gubernur DIY. Adanya kata 'istri' dalam UU Keistimewaan itu dianggap akan menghalangi kaum perempuan menjadi raja keraton yang sekaligus memiliki hak ditetapkan sebagai gubernur.
"Kalau gugatan MK itu dicabut, harapan kami di internal keraton bisa kembali akur," ujar Sukarman. Sukarman menuturkan sejak Sultan Hamengku Buwono X mengumumkan Sabda Raja tahun 2015 silam, di kalangan internal keraton terjadi perang dingin. Antara Sultan HB X dengan para adik adiknya.
Namun jika gugatan MK tak dicabut sampai penetapan dilakukan, Sukarman pun tak mempersoalkan. "Resikonya ke depan kan bukan kami yang terima, kami wakil rakyat hanya menyampaikan yang terjadi di masyarakat," ujarnya.
Anggota Pansus Penetapan Gubernur DPRD DIY dari fraksi Partai Amanat Nasional, Suharwanta menuturkan, dalam tahap verifikasi berkas pencalonan gubernur dan wakil gubernur yang sudah diserahkan pihak Keraton dan Puro Pakualaman, harus diperjelas berbagai hal.
"Khususnya soal nama gelar Sultan, yang dipakai Hamengku Buwono atau Bawono," ujar Suharwanta.
Meski pihak keraton saat menyerahkan berkas pencalonan memakai nama gelar lama, yakni Hamengku Buwono X, namun pada 2015 silam Sultan mengumumkan perubahan namanya menjadi Hamengku Bawono melalui Sabda Raja. "Masyarakat kan jadi bingung sekarang, mana yang dipakai," ujarnya.
Putri sulung Sultan HB X l, Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi, selaku pelaksana tugas Penghageng Kawedanan Panitrapuro Keraton Yogya menyatakan Sultan tetap memakai nama Buwono.
" Kalau soal Bawono itu kewenangan Keraton menjelaskan, yang jelas beliau (Sultan HB X) masih memakai Buwono," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO