TEMPO.CO, Malang – Sebanyak 31 rumah di enam kecamatan di wilayah selatan Malang rusak akibat gempa dengan magnitudo 6,2 pada skala Richter pada Rabu, 16 November 2016, pukul 22.10. Sebanyak 19 rumah rusak ringan, 9 rumah rusak sedang, dan 3 rumah rusak berat. Rumah rusak terbanyak berada di Kecamatan Tirtoyudo.
Sekretaris Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Malang Aprillijanto memastikan data kerusakan rumah dan bangunan lainnya terus masuk, tapi kebenarannya masih akan diverifikasi. “Penilaian masih berlangsung. Belum ada laporan korban jiwa,” kata Aprillijanto, Kamis, 17 November 2016.
Berbeda dengan PMI, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat kesulitan mendata kerusakan rumah dan bangunan serta kerusakan materiil lainnya. Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Malang E.K. Hafi Lutfi mengatakan banyaknya informasi bohong (hoax) yang beredar melalui media sosial menyulitkan tim BPBD mendata dan menilai kerusakan rumah dan bangunan lainnya.
“Informasi hoax itu bikin resah karena tak bisa dipertanggungjawabkan,” kata Lutfi. BPBD tak buru-buru mengeluarkan data agar tidak menimbulkan keresahan. Sebagai contoh, tak lama setelah gempa, di jejaring media sosial muncul foto jalan aspal yang retak. Padahal itu foto jalan retak di Selandia Baru yang juga baru diguncang gempa berkekuatan 7,8 skala Richter pada Senin, 14 November. Gempa hebat ini diikuti kemunculan tsunami.
Contoh lain, pendapa Kabupaten Malang di Kecamatan Kepanjen diinformasikan roboh. Faktanya, kata Lutfi, tak ada bangunan yang roboh di kompleks kabupaten. Lalu ada informasi rumah rusak di Desa Jatiguwi di Kecamatan Sumberpucung. Padahal rumah itu memang sudah rusak jauh sebelum gempa.
“Berita hoax itu menyusahkan. Tim kami di lapangan terkecoh dan buang-buang energi,” ujar Lutfi. Menurut dia, wilayah Kabupaten Malang sangat luas. Tiap laporan dari kecamatan diverifikasi sehingga memerlukan waktu untuk menyajikan data yang akurat. Sejauh ini, sedikitnya tiga rumah dilaporkan rusak.
ABDI PURMONO