TEMPO.CO, Jakarta - Kematian seorang bayi akibat sesak napas mengusik hati Rinny Ermiyanti untuk membantu masyarakat yang terkena dampak asap dari kebakaran hutan dan lahan. Ia pun membuat gerakan Sedekah Oksigen bersama sahabatnya, Fanny Herdina.
Sedekah Oksigen merupakan kegiatan bagi-bagi kaleng oksigen untuk korban kabut asap. Ia mengatakan modal awal gerakan ini sebesar Rp 2,6 juta, hasil patungan untuk kegiatan sosial Sedekah Nasi. Ia berinisiatif mengalihkan dana bantuan itu kepada korban asap. Dana tersebut hanya mampu membeli 75 kaleng oksigen.
Meski begitu, ia lebih memilih melanjutkan misinya dengan tangan sendiri daripada menyumbangkan dananya ke badan bantuan. “Kalau diserahkan ke suatu badan, saya merasa kurang puas,” ucap Rinny saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 31 Oktober 2015. Akhirnya, ia membagi idenya di media sosial. Dari sanalah, kerja samanya dengan Fanny dimulai.
Keduanya berhasil menarik dukungan banyak orang, baik penyumbang dana maupun relawan. Relawan bertugas langsung ke lapangan. Bahkan ditunjuk koordinator untuk mempertanggungjawabkan kegiatan tersebut, mulai dana, distribusi, hingga sasaran penerima. Masing-masing koordinator bertugas di Palangkaraya, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Surabaya, dan Jabodetabek. “Saya sendiri belum pernah bertemu dengan relawan-relawan, kecuali dengan Mbak Fanny,” ujarnya. “Itu pun karena kami berteman.”
Dana yang terkumpul mencapai angka Rp 400 juta. “Sampai saat ini, kami sudah mengirim sekitar 6.000 kaleng oksigen,” tuturnya. Jenis kaleng oksigen yang dibagikan bermerek Sinos dan Oxycan. Ukurannya 500 militer yang habis dalam waktu 30 menit jika terus-menerus dihirup. Bantuan tersebut disebar ke Jambi, Pekan Baru, Palangkaraya, dan Palembang.
Sasaran utama penerima kaleng oksigen adalah masyarakat yang tinggal di rumah kayu. “Karena asap bebas masuk melalui sela-sela kayu, berbeda dengan rumah tembok,” kata Rinny. Khusus kaleng Oxycan, penerima utamanya adalah balita, wanita hamil, lansia, dan masyarakat yang sulit mengakses rumah sakit.
Bantuan kaleng-kaleng oksigen masih terus mengalir. Di Palangkaraya, susahnya transportasi untuk mengirim oksigen membuat relawan Sedekah Oksigen membuat rumah singgah. “Jadi mereka bisa menikmati oksigen dengan mudah di sana,” ucapnya. Sudah ada tiga rumah singgah di lokasi berbeda, yaitu mes Rimbawan di Jalan Yos Sudarso; Jalan Tingang 1 Nomor 1, dan mes BKKBN.
Terkait dengan rumah singgah tersebut, beberapa media massa lokal menuliskan bahwa rumah singgah tersebut merupakan hasil kerja pemerintah. Berita itu sampai kepada Rinny lewat media sosial. Ia pun membantah berita tersebut. “Kami tidak pernah terima dana dari pemerintah,” ujarnya.
Setelah banyak relawan yang mengkonfirmasi ke media yang menulis, salah satu media akhirnya merespons. “Katanya hasil wawancara dengan pejabat gubernur dan dinas kesehatan setempat bahwa mereka telah mendirikan rumah singgah,” tutur Rinny.
Meski begitu, Rinny mengaku masih akan berusaha mengalirkan bantuan. Jika asap menghilang dan bantuan oksigen tak lagi diperlukan, ia ingin mengalihkan bantuannya untuk hal lain. “Rencananya, kami ingin membuat pengobatan gratis untuk menangani penyakit akibat asap,” katanya. Rinny juga berharap dapat membantu anak-anak sekolah yang sudah lama libur panjang selama hampir dua bulan.
Selain itu, Rinny berencana menerbitkan laporan pertanggungjawaban kegiatan Sedekah Oksigen kepada masyarakat. “Kami ingin melakukannya karena banyak masyarakat yang support,” ucapnya. Rencananya, data-data yang dihimpun masing-masing koordinator, seperti dana dan distribusi, akan dipublikasikan.
VINDRY FLORENTIN