TEMPO.CO , Ketapang: Dengan konsep pertemanan antarpenegak hukum konservasi dan masyarakat, pembalak liar kini aktif berperan sebagai pelestari hutan dan alam.
"Konsepnya adalah memfasilitasi masyarakat yang tujuannya rencana aksi bersama," ungkap Chief Advisor Indonesia Japan REDD+, Shigeru Takahara, Rabu 3 Juni 2015. Fasilitator adalah staf Taman Nasional Gunung Palong, yang arealnya menjadi sasaran Illegal logging oleh masyarakat di sekitar kawasan tersebut.
Shigeru mengatakan, fasilitator datang ke masyarakat tidak dimulai dengan dana, janji atau proyek. Konsep ini, kata dia, juga tidak memberikan instruksi dan tidak menggurui masyarakat. "Posisinya setara dengan masyarakat," katanya.
Dengan kolaborasi antara masyarakat sekitar taman nasional dengan Balai Taman Nasional, maka para pihak akan saling memahami dan percaya serta menggali keswadayaan dan berkelanjutan.
Shigeru mencontohkan situasi di Dusun Tanjung Gunung. Bukanlah hal yang mudah bagi seorang fasilitator Taman Nasional Gunung Palong untuk bisa membangun kepercayaan dan membangkitkan motivasi masyarakat Tanjung Gunung yang tadinya antipati terhadap petugas TNGP. "Butuh waktu sepuluh bulan untuk membangun kepercayaan dan diterima masyarakat," katanya.
Masyarakat Tanjung Gunung dibantu belajar bertani organik, menanam jabon, berternak ikan dan merehabilitasi kawasan mangrove.
Selain di Tanjung Gunung, fasilitator TNGP juga bekerja di Desa Batu Barat, Desa Matan Jaya, Dusun Melinsum, Desa Riam Berasap, dan Desa Sempurna.
Dadang Wardhana, kepala Balai Taman Nasional Gunung Palong mengatakan, 29 petugas TNGP telah mengikuti pelatihan fasilitasi masyarakat yang dibagi menjadi dua angkatan.
"Tiap angkatan pelatihan mengikuti 4 seri pelatihan: pertemanan, arumonosagashi (berangkat dari apa yang ada), Falcon (Facilitative Listening in Conservation) dan rencana aksi bersama masyarakat," jelasnya.
Pelatihan angkatan pertama diselenggarakan mulai September 2013 sampai Oktober 2014. Pelatihan angkatan kedua dilakukan mulai Agustus 2014 sampai Juni 2015. Pada pelatihan angkatan kedua, selain 12 petugas TNGP yang menjadi peserta, 2 staf Pemerintah Kabupaten Ketapang, 2 staf Pemerintah Kabupaten Kayong Utara dan 15 perwakilan masyarakat juga turut menjadi peserta.
Shigeru menambahkan pelatihan fasilitasi berprinsip: Jika saya dengar, maka saya lupa; Jika saya lihat, maka saya ingat; Jika saya lakukan, maka saya paham; Jika saya temukan, maka saya gunakan. Oleh karenanya, setiap peserta berkewajiban melakukan praktek sebelum mengikuti seri pelatihan selanjutnya.
Pelatihan Fasilitasi Masyarakat di TNGP merupakan bagian dari IJ-REDD+ Project, Indonesia-Japan Project for Development of REDD+ Implementation Mechanism, proyek kerjasama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan JICA (Japan International Cooperation Agency). Fasilitator pelatihan berasal dari iiNetwork, sebuah organisasi nirlaba dari Jepang yang berpengalaman melakukan fasilitasi masyarakat di Taman Nasional Bali Barat sejak 2008.
Pengalaman fasilitasi masyarakat tersebut dibagikan kepada parapihak TNGP, dari Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara, LSM hingga kalangan swasta dalam “Seminar Fasilitasi Masyarakat di Sekitar TNGP” pada tanggal 3 Juni 2015 di Borneo Emerald Hotel, Ketapang.
Seminar ini bertujuan membagikan pengalaman agar pembelajaran proses fasilitasi masyarakat yang telah dilakukan dapat digunakan dan mendapatkan pengayaan, sehingga penerapannya dapat berkelanjutan menuju masyarakat yang makmur dan hutan yang lestari.
ASEANTY PAHLEVI