TEMPO.CO, Surabaya - Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mengatakan, saat ini kecenderungan mahasiswa jurusan fakultas hukum untuk meniti karier sebagai hakim semakin berkurang. Umumnya, ujar Hatta, setelah lulus para mahasiwa tersebut lebih suka menjadi seorang advokad.
"Mungkin tahu bahwa gaji hakim minim, kalah dibanding penghasilan lawyer," kata Hatta dalam acara "Dialog Hukum: Kajian Permasalahan Hukum Berkaitan dengan Rasa Keadilan dan Penegakan Hukum" di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Jumat, 25 Mei 2012.
Hatta yang juga alumni Fakultas Hukum Unair 1972 menambahkan, dia berharap lulusan mahasiwa hukum yang memiliki integritas bersedia meniti karier sebagai hakim. Sebab, kehadiran orang-orang kredibel di lingkungan Mahkamah Agung akan mengubah citra lembaga negara menjadi lebih baik. "Saat ini kami sering dicitrakan buruk oleh masyarakat," kata dia.
Menurut Hatta, tuduhan bahwa hakim menerima suap oleh pihak yang kalah beperkara sering dialamatkan ke instansinya. Sebaliknya, kata Hatta, pihak yang menang beperkara akan memuji-muji hakim setinggi langit. "Itu sudah seperti makanan sehari-hari bagi kami," ucap Hatta.
Untuk mengurangi tuduhan miring, Hatta mengimbau pihak beperkara agar tidak menjalin komunikasi dengan hakim selama proses persidangan. Sebab, bila tidak ada iming-iming, hakim juga tidak akan mencari-cari. Hakim, kata Hatta, bukan malaikat yang steril terhadap godaan materi. Apalagi kesejahteraan mereka masih kurang memadai. "Kondisi ini yang sering dimanfaatkan. Hakim yang lemah akan terus diiming-imingi materi," kata Hatta.
Dekan Fakultas Hukum Unair, Zaidun, mengatakan seharusnya mahasiswa yang ingin masuk jurusan fakultas hukum diseleksi. Bila mahasiswa tersebut tidak memiliki keinginan kuat untuk menegakkan hukum, kata Zaidun, lebih baik ditolak. "Tapi karena komersialisasi pendidikan yang begitu hebat, mahasiswa yang tidak berintegritas pun bisa kuliah di fakultas hukum," kata Zaidun.
KUKUH S WIBOWO