TEMPO.CO, Padang - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, mengatakan pemerintah harus menolak usulan peningkatan anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. DPR mengajukan peningkatan anggaran mencapai 70 persen untuk tahun anggaran 2018.
"Pemerintah harus memberikan masukan dulu kepada DPR sebelum menolak. Apalagi di tengah utang negara yang semakin meningkat, semestinya pemerintah menolak," ujar lulusan William and Mary Law School, Virginia, Amerika Serikat itu kepada Tempo, Jumat 11 Agustus 2017.
Baca: Alasan DPR Ngotot Bangun Apartemen
Feri menilai peningkatan anggaran tidak berbading lurus dengan kinerja DPR. Sebab, target program legislasi nasional (prolegnas) tidak pernah tercapai.
Pada 2015 misalnya, dari 37 Rancangan Undang Undang Prioritas, yang disahkan hanya tiga. Pada 2016, dari 50 RUU hanya 10 yang disahkan. Tahun ini, dari 50 RUU yang baru disahkah hingga Juli empat.
Malah, kata dia, DPR lebih banyak menyerang lembaga-lembaga dan individu yang konsen terhadap pemberantasan korupsi. Misalnya, pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. "DPR lebih banyak menjadi penyerang lembaga dan individu antikorupsi," ujarnya.
Simak: DPR Minta Rp 7,25 Triliun untuk Tahun Anggaran 2018.
Feri juga menyoroti dugaan penyimpangan anggaran yang dilakukan oknum anggota DPR. Misalnya, dalam kasus KTP elektronik. Feri khawatir peningkatan anggaran berpotensi menjadi modus baru dalam penyelewenangan anggara. Apalagi semakin dekatnya tahun politik, yakni pilkada serentak tahun 2018 dan pemilu 2019.
"Meskipun terdapat anggota DPR yang tidak terlibat dalam kasus-kasus korupsi, namun mereka bukanlah kelompok yang dapat mempengaruhi DPR," ujarnya.
Sebelumnya, DPR mengajukan bujet RP 7,25 triliun untuk tahun anggaran 2018. Nilai itu naik 70 persen dari anggaran tahun ini yang sebesar Rp 4,2 triliun.
ANDRI EL FARUQI