TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono mengatakan akan menindak tegas jika ada dosen yang aktif di Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Caranya dengan pendekatan mulai dari kepala unitnya atau dekan di setiap fakultas.
"Harus diklarifikasi dulu, apakah benar dia ikut atau menjadi pengurus, kami belum dapat data persisnya. Apakah ada dosen yang jadi pengurus atau anggota HTI," kata Panut, Kamis, 27 Juli 2017.
Sebab, kata Panut, informasi adanya dosen UGM yang ikut HTI juga belum jelas sumbernya. Bisa saja ada yang mencatut nama seorang dosen menjadi pengurus organisaai yang kini sudah dibubarkan pemerintah itu. Jika ada klaim dari pengurus HTI bahwa nama dosen UGM yang menjadi pengurus tetap harus diklarifikasi dulu.
"Dari tingkat bawah dulu untuk memanggil dosen yang disebut sebagai anggota atau pengurus HTI," kata dia.
Baca: Menteri Minta Rektor Tangani Dosen yang Terlibat HTI
Cara persuasif akademik dilakukan karena universitas adalah tempat orang-orang akademik. Jika memang ada dosen yang terlibat dalam organisasi yang tumbuh subur ini maka aturan kepegawaian akan ditegakkan. Jika masih bisa diberi peringatan dan arahan maka masih bisa menjadi tenaga pendidik. Namun jika yang bersangkutan berkukuh dengan keyakinan soal HTI dan tidak mendukung Pancasila, UUD 1945 serta Negara Kesatuan Republik Indonesia ini maka akan dipecat.
"Aturan kepegawaian sudah jelas, kami hanya mengusulkan, soal memberhentikan dengan hormat atau tidak hormat adalah dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi," kata Panut.
Ia menegaskan kampusnya mempunyai jati diri Pancasila, pusat kebudayaan dan kebangsaan. Panut juga tidak menyebut berapa dosen yang terindikasi menjadi anggota atau bahkan pengurus HTI karena masih harus diklarifikasi dulu.
Baca: Dosen Terlibat HTI, Rektor Unhas Dwia Aries: Kita Bina Dulu
Nama-nama dosen UGM yang disebut menjadi pengurus HTI juga tidak sepenuhnya valid. Ia mengatakan bisa saja ada yang mengklaim. Panut mengaku mengenal betul beberapa nama yang disebut dan beredar di media sosial atau grup media komunikasi.
"Kami tidak grusa grusu (terburu-buru). Kalau ada yang masih mempunyai keyakinan itu, sanksinya dari paling ringan hingga berat, diberhentikan," kata dia.
MUH SYAIFULLAH