TEMPO.CO, Padang -- Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Andalas Sumatera Barat meminta Dewan Perwakilan Rakyat menghentikan semua upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ini bisa dilakukan, salah satunya, dengan menghentikan upaya pelemahan KPK melalui Panitia Khusus Hak Angket KPK.
"Upaya pelemahan terhadap KPK tidak henti-hentinya dilakukan DPR RI. Mulai dari upaya merevisi Undang-Undnag KPK secara diam-diam, hingga serangan politik terbentuk dalam bentuk menggunakan hak angket KPK," ujar Rony Saputra, Sekretaris DPW IKA Fakultas Hukum Unand Sumatera Barat, Selasa 11 Juli 2017.
Baca: Agun Gunandjar Bertemu dan Cipika Cipiki dengan Miryam di KPK
IKA Fakultas Hukum menilai penggunaan hak angket terhadap KPK inkonstitusional dan telah melanggar Pasal 73 ayat 3 Undang-Undang No 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Pewakilan Daerah dan Dewan Perwakulan Rakyat Daerah. Hak Angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanan suatu undang-undang dan kebijakan pemerintah, yang berkaitan dengan hal penting, trategis, dan berdampak luas kepada kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Baca: KPK Beri Sinyal Ada Tersangka Baru Korupsi di Bakamla
Artinya, Ronny melanjutkan, KPK bukan subyek dari penggunaan hak angket. Pada Pasal 3 Undang-Undan No. 30 Tahun 1999, KPK merupakan lembaga negara independen dan bukan lembaga pemerintahan.
"Sebagai Lembaga Negara Independen, KPK tidak berada di cabang kekuasaan baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Sebagai lembaga negara independen, KPK bertanggungjawab kepada publik atas pelaksanaan tugasnya dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR dan BPK. Dengan demikian jelas bahwa hak angket tidak dapat ditujukan kepada KPK," kata Ronny.
Ketua IKA Fakultas Hukum Unand Sumatera Barat, Nick Putra Jaya, mengatakan proses lahirnya hak angket pun ditenggarai penuh dengan intrik politik. Pasal 199 Ayat 2 UU MD3 menjelaskan pengusulan hak angket harus disertai dengan dokumen yang memuat materi kebijakan dan/atau pelaksaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikan. Namun karena subjeknya tidak masuk dalam kategori, maka syarat pengajuannya pun patut diduga juga tidak jelas.
Masalah lain, menurut Nick, tidak terpenuhinya ketentuan Pasal 201 UU MD3 yang mewajibkan DPR membentuk panitia khusus yang dinamakan panitia angket, yang keanggotaanya terdiri dari semua unsur fraksi DPR. Faktanya dalam hak angket KPK ini ketentuan ini tidak terpenuhi karena ada fraksi yang tidak bergabung dalam panitia angket.
"Tidak dapat dielakkan lagi bahwa Angket KPK ini bertujuan untuk melemahkan peran, fungsi dan kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Apalagi Ketua Pansus Angket, Agun Gunanjar, merupakan anggota dewan yang diduga menerima aliran dana proyek E-KTP sebagaimana disebutkan dalam dakwaan korupsi E-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto," kata Nick.
Nick mengatakan keanehan juga terlihat saat Pansus Angket KPK mendatangi Lapas Sukamiskin untuk mewawancarai sejumlah koruptor, dan meminta masukan serta pandangan mereka. Tindakan Pansus Hak Angket ini jelas merupakan bentuk kegaduhan yang sangat nyata yang dapat merusak proses penegakan hukum, yang sedang berjalan, terutama terkait dengan pemberantasan korupsi di Indonesia.
ANDRI EL FARUQI