TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra berpendapat Dewan Perwakilan Rakyat dapat menggulirkan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebabnya, menurut Yusril, KPK dibentuk berdasarkan Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"KPK dibentuk dengan undang-undang, maka untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang itu, DPR dapat melakukan angket terhadap KPK," kata Yusril dalam rapat dengar pendapat bersama Pansus Hak Angket KPK, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 10 Juli 2017.
Baca: 400 Dosen UGM Tolak Hak Angket ke KPK
Yusril Ihza menjelaskan DPR mempunyai beberapa tugas dan kewenangan di bidang legislasi, pengawasan, dan anggaran. Hak angket terhadap KPK, kata dia, adalah bekal DPR untuk melakukan pengawasan terhadap KPK. Namun, ia tak mau menjelaskan apa saja yang bisa diangketkan. "Bukan wewenang saya," katanya.
Mantan Menteri Kehakiman itu juga menjelaskan posisi KPK dalam ketatanegaraan. Menurut dia, KPK adalah lembaga eksekutif yang bisa menjadi lembaga yang diangketkan DPR. "Kalau dimasukkan yudikatif, dia (KPK) bukan pengadilan," kata Yusril.
Simak: Pertemuan Pansus Hak Angket dengan Mahasiswa Berakhir Ricuh
Yusril berujar KPK bukan lembaga legislatif karena tidak berwenang membuat perundang-undangan. KPK, kata dia, adalah komisi tindak pidana korupsi untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara korupsi. "Tugas itu tugas eksekutif, bukan legislatif dan yudikatif," kata Yusril.
Meski begitu, ia mengakui dalam proses pembentukan KPK, ada kekhawatiran tumpang tindih antara KPK dengan lembaga penegakan hukum seperti kepolisian dan kejaksaan.
Lihat: Pansus Angket KPK Temui Koruptor, Bambang: Melawan Kewarasan
Kekhawatiran tersebut muncul oleh Fraksi TNI/Polri pada proses pembentukan awal KPK. "Kalau tumpang tindihnya dengan polisi dan jaksa, jelas antar organ eksekutif," ujar Yusril.
ARKHELAUS W.