TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Community of Ideological Islamic Analyst Harits Abu Ulya menyetujui keterlibatan TNI dalam penindakan dan pencegahan terorisme. "Tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan tentang masa lalu, pelanggaran ham dan sebagainya. Saya pikir pasca reformasi, TNI sudah banyak berubah," kata Harits saat dihubungi Tempo, Selasa, 30 Mei 2017.
Harits menilai, pihak TNI kini mengerti tentang hak asasi manusia. Apalagi, di era keterbukaan informasi membuat masyarakat kritis. Sehingga, menurutnya, tidak mudah bagi TNI untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power. (Baca: Presiden Jokowi Minta TNI Dilibatkan Bahas RUU Antiterorisme)
Harits melihat, awalnya Kepolisian menolak adanya keterlibatan unsur TNI. Namun, sikap mereka melunak ketika Presiden Joko Widodo meminta agar TNI terlibat dalam pemberantasan terorisme. Tetapi, kata Harits, polri malah menyinggung masalah HAM saat menyambut kewenangan TNI masuk dalam revisi undang-undang anti terorisme.
Padahal, menurut Harits, banyak pelanggaran HAM juga dilakukan polri. Contohnya ialah kasus Siyono. Dia menilai keterlibatan TNI bisa mendorong adanya transparansi, profesional, dan terukur untuk melakukan penindakan dan pencegahan terorisme. (Baca: RUU Antiterorisme, Bisa Adopsi Inggris Soal Penahanan Terduga Teroris)
"Yang jauh lebih penting lagi keterlibatan TNI harus ada lembaga inependen dalam konten revisi itu," katanya.
Harits mengatakan, dalam konten revisi UU Anti Terorisme, pembentukan lembaga pengawas kinerja aparat yang menangani kasus terorisme masih sekedar wacana. Ia menilai, wacana itu perlu didorong. "Karena bagian dari kesempurnaan UU itu nanti pada implementasinya," ujarnya.
Jika tidak ada lembaga independen, Harits khawatir ekses penindakan yang kurang profesional dan transparan akan mengakibatkan banyak kematian terhadap orang yang masih berstatus terduga, seperti Siyono. Undang-undang memasukkan banyak aspek yang bisa menjamin penindakan ini jadi bagian salah satu reduksi terorisme. "Tapi penindakan dijalankan profesional, mengikuti koridor hukum dan tidak mengabaikan hak asasi setiap orang," kata Harits. (Baca: Menko Polhukam Wiranto: Terorisme Harus Dilawan Secara Total)
FRISKI RIANA