TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah didakwa menyuap para pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) beberapa kali secara bertahap. Jaksa penuntut umum KPK, Kiki Ahmad Yani, mengatakan duit suap itu diberikan agar PT Melati Technofo Indonesia, yang dikendalikan Fahmi, memenangkan tender pengadaan satelit monitor di Bakamla menggunakan dana APBN Perubahan tahun anggaran 2016.
Uang-uang suap itu dibagikan kepada Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi sebesar Sin$100 ribu, US$88.500, dan €10 ribu; Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Bambang Udoyo Sin$105 ribu; Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan Sin$104.500; dan Kepala Sub-Bagian TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp120 juta.
Baca:
Kasus Suap Bakamla, KPK Periksa Lagi Tiga Saksi
Suap Bakamla, KPK Perpanjang Masa Penahanan ...
"Terdakwa memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata Kiki saat membacakan surat dakwaan Fahmi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 13 Maret 2017.
Kiki membeberkan sogokan yang diberikan kepada para pejabat Bakamla itu dimulai ketika seorang pengusaha Ali Fahmi menawari terdakwa “bermain” proyek di Bakamla. Syaratnya, jika menang, terdakwa harus memberi imbalan 15 persen dari nilai pengadaan.
Baca juga:
Di Haul Soeharto dan Supersemar,Rizieq FPI Serukan Angkat Senjata
Tommy Soeharto Calon Presiden 2019, Dua Partai Akan Berkoalisi
Pada April 2016, anggaran proyek satelit monitor disetujui dengan anggaran Rp 400 miliar. Ali meminta uang muka enam persen dari nilai pengadaan untuk pengurusan lelang. Ali juga memperkenalkan Hardy Stefanus sebagai orang yang akan membantu Merial Esa Alam mengikuti proses lelang di Bakamla. Nilai 6 persen dari pengadaan atau Rp 24 miliar itu kemudian diberikan terdakwa melalui Muhammad Adami Okta dan Stefanus kepada Ali.
Selanjutnya, perusahaan terdakwa mengikuti dua lelang proyek. PT Merial Esa mengikuti lelang pengadaan drone, sedangkan PT Melati Technofo Indonesia mengikuti lelang pengadaan satelit monitor. Pada 8 September 2016, Bakamla mengumumkan dua perusahaan terdakwa menang tender. Namun nilai proyek monitoring satelit berubah menjadi Rp 222 miliar karena dipotong Kementerian Keuangan.
Pada Oktober 2016, Kepala Bakamla Arie Soedewo dan Eko Susilo Hadi membahas jatah 7,5 persen untuk Bakamla dari pengadaan monitoring satelit yang dimenangkan PT Melati Technofo Indonesia. Pada saat itu, Arie Soedewo menyampaikan, dari jatah 15 persen, 7,5 persen di antaranya akan diberikan kepada Bakamla. Ia lalu meminta terdakwa menyiapkan 2 persen untuk diberikan lebih dulu.
Jatah 2 persen untuk Bakamla itu lantas dibagi-bagikan kepada Nofel dan Bambang masing-masing Rp1 miliar, Rp 2 miliar kepada Eko, dan sisanya sementara dipegang Adami. Sisa uang dibagikan kepada Nofel, Eko, dan Tri Nanda Wicaksono.
Sebelum uang itu diserahkan kepada pejabat Bakamla, atas permintaan Fahmi Darmawansyah, Adami menukarnya dengan beberapa mata uang asing, seperti dolar Singapura, euro, dan dolar Amerika.
MAYA AYU PUSPITASARI