TEMPO.CO, Jakarta - Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) mengapresiasi sikap pemerintah RI dalam menanggapi PT Freeport Indonesia (PTFI) yang berencana menggugat Indonesia ke pengadilan arbitrase internasional. Pemerintah, lewat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, menyatakan diri siap menghadapi gugatan tersebut.
“Sebagai langkah awal, keputusan tersebut sudah cukup baik. Dengan begitu, pemerintah Indonesia telah memproklamasikan diri menjadi bangsa yang berdaulat, tidak bisa lagi diancam dan ditekan oleh modal asing,” ujar Sekretaris Jenderal LMND Hendrik Kurniawan lewat keterangan tertulisnya, Rabu, 22 Februari 2017.
Hendrik menyebut bukti-bukti pelanggaran dan segudang catatan hitam yang dilakukan PT Freeport dapat dijadikan landasan oleh pemerintah RI melawan gugatan PTFI. Dia pun mendorong pemerintah tak memperpanjang kontrak dengan Freeport yang akan selesai pada 2021.
Baca: Imigrasi Minta Freeport Laporkan Pengurangan Pekerja Asing
“Dengan berakhirnya kontrak Freeport, Indonesia dapat memperoleh kepemilikan 100 persen atas kekayaan tambang tersebut. Dari situlah momen kedaulatan sepenuhnya bangsa Indonesia dalam pengelolaan tambangnya,” tuturnya.
Hendrik berujar, Indonesia berkesempatan menghitung kembali dan menata ulang aset yang dimiliki dalam rangka pengelolaan yang berbasis kemandirian dan kesejahteraan. “Jika pun harus melibatkan perusahaan swasta, skema pengelolaan yang harus dijadikan prinsip adalah kedaulatan, keadilan, dan keberlanjutan.”
Mewakili LMND, Hendrik meminta pemerintah mengelola kekayaan tambang dengan prinsip yang mengarah pada demokrasi ekonomi. Hal itu, kata dia, sejalan dengan Pasal 33 ayat 1 UUD 1945. Negara bisa mengelola sendiri kekayaan alamnya dengan melibatkan pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah.
“Pemerintah juga diwajibkan mendorong usaha bersama rakyat, misalnya koperasi, dalam pengelolaan kekayaan tambang bangsa ini,” ucapnya.
Pemerintah pun dinilai bisa menggenjot pembangunan industri olahan dari bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan barang jadi. “Ini bisa dimulai dengan mentransfer (memindahkan) sebagian keuntungan dari sektor ekstraktif ke pembangunan industri olahan berbasis sumber daya alam tambang.”
Jonan sebelumnya menyebut Freeport berhak menggugat jika belum tercapai kesepakatan. "Bukan hanya Freeport yang bisa bawa ke arbitrase. Pemerintah juga bisa," katanya di gedung DPR RI, Senin kemarin.
Baca juga: Mengancam ke Arbitrase, Hikmahanto: Freeport Arogan
Adapun Freeport berencana menggugat pemerintah ke arbitrase nasional jika tidak menemukan titik tengah dari perselisihan, yang dimulai setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara (minerba).
Ketentuan itu mewajibkan kontak karya beralih menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sebagai syarat ekspor konsentrat. Freeport kemudian menilai aturan itu sama saja dengan pemutusan kontrak secara sepihak.
YOHANES PASKALIS