TEMPO.CO, Banda Aceh - Satu jam setelah Tempat Pemungutan Suara (TPS) dibuka, Ifwan Saha berangkat menuju tempat pemilihan, diantar keluarganya. Memakai kursi roda, ia menuju meja pendaftaran di TPS 6, Gampong Lambheu, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, 15 Februari 2017.
Ada beberapa TPS di gampongnya yang terletak di sebuah sekolah. TPS itu ada yang berada di ruangan kelas. Ada juga yang di halaman sekolah. Ifwan kebagian mencoblos di TPS yang berada di luar sekolah sehingga dia tak kesulitan mengerakkan kursi rodanya ke bilik suara.
Setelah memilih jagoannya, Ifwan menggerakkan kursi rodanya ke kotak suara. Saat itulah ia terlihat kepayahan hingga akhirnya ia meminta petugas membantu memasukkan kertas suara. “Kotaknya tinggi. Sekitar satu meter,” katanya kepada Tempo.
Menurut Ifwan, penyandang disabilitas memang sudah nyaman memilih karena ada TPS-TPS yang bisa akses. Tapi ada sejumlah TPS yang belum sepenuhnya bisa dijangkau secara mandiri sehingga harus dibantu petugas.
Ifwan, yang juga Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia–Aceh, mengaku menerima laporan dari beberapa rekannya seluruh Aceh. Dari laporan yang ia terima, ada beberapa TPS yang belum bisa diakses dengan mudah. Misalnya, ada TPS yang terletak di ruang kelas yang mempunyai anak tangga. Atau letak kotak suara-nya yang tinggi.
Sudah ada sosialisasi jauh-jauh hari oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh terhadap penyandang disabilitas ini, yang juga melibatkan lembaganya. Termasuk kegiatan pengumpulan data penyandang disabilitas seluruh Aceh. “Mungkin di lapangan saja yang kurang siap atau kurang memahami. Semoga ke depan lebih baik lagi,” ujarnya.
Syarifuddin, penyandang tunanetra, juga mengungkapkan pendapat senada. Dia menunaikan hak politiknya di TPS 3 Neuseu Aceh. Hanya saja, kata dia, “Template untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur ada disediakan di bilik suara. Tapi untuk pemilihan wali kota, tidak ada.”
Menurut Syarifuddin, dia sempat menanyakan soal ini kepada petugas, tapi dikatakan tak tersedia. Ia mengaku tak mempermasalahkannya karena toh dia membawa pendamping saat mencoblos.
Syarifuddin menilai apa yang dialaminya itu murni kesalahan KPPS, bukan KIP Banda Aceh. Sebab, usai mencoblos, dia menelpon salah seorang anggota KIP Banda Aceh. Saat itu ia mendapatkan jawaban bahwa semua template tersedia di TPS. "Mungkin KPPS luput memasukkannya ke bilik suara," kata dia.
Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh mengaku berusaha memperhatikan kebutuhan penyandang difabel. Menurut Komisioner KIP Aceh Besar, Junaidi alias Ngoh Di, seluruh panitia pemungutan di desa-desa telah diintruksikan untuk membangun TPS yang mudah dijangkau. “Misalnya, letak TPS harus di lapangan, tidak di rumput yang tebal.”
Soal kotak suara yang tinggi sehingga tak terjangkau oleh pengguna kursi roda seperti Ifwan, kata Junaidi, seharusnya bukanlah masalah. “Petugas bisa diminta untuk menurunkan kalau misalnya pemilih tidak ingin dibantu memasukkan kertas suara.” Dia juga menambahkan, KIP mengaku mempunyai data lengkap penyandang disabilitas yang tersebar di TPS-TPS.
Tempo memantau sejumlah TPS di Aceh Besar. Ada sebagian TPS yang tak mudah diakses para difabel karena letaknya di ruang kelas yang harus dijangkau dengan anak tangga. Ada juga TPS yang terletak di tempat berumput. Tetapi TPS-TPS tersebut terletak berdekatan dengan TPS lain yang bisa diakses dengan mudah.
***
Dalam Pilkada Aceh ini KIP mempunyai data lengkap soal pemilih difabel. Anggota Komnas HAM, Otto Nur Abdullah menyebut ini sebagai perkembangan positif dalam penyelenggaraan Pilkada di Aceh. “Dulu waktu Pilpres, difabel itu tidak ada datanya. Pilkada kali ini data difabel ada,” katanya dalam konferensi pers di Media Center KIP Aceh, 16 Februari 2017.
KIP Aceh menyiapkan data pemilih difabel ini jauh-jauh hari sebelum pemungutan suara. Dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), jumlah pemilih difabel di Aceh adalah 7.138 Orang. Mereka terdiri dari tuna netra sebanyak 1.044 pemilih, tuna daksa 2.561 pemilih, tuna rungu 1.208 pemilih, tuna grahita 1.609 pemilih, dan penyandang disabilitas lainnya sebanyak 716 pemilih.
Ketua KIP Aceh, Ridwan Hadi mengaku kerap mengeluarkan intruksi khusus soal ini menjelang pemungutan suara. Dia meminta kepada KIP Kabupaten/Kota, PPK dan PPS untuk memantau pembangunan TPS agar ramah bagi penyandang disabilitas. “Harus bisa dipastikan semuanya bisa diakses,” ujarnya. Sosialiasasi juga kerap dilakukan terhadap penyandang disabilitas.
Salah satu sosialisasi yang dilakukan KIP Aceh adalah pada sepuluh hari sebelum pencoblosan, di Yayasan Bina Upaya Kesehatan Para Cacat, Banda Aceh. “Saya sudah paham memilih setelah simulasi ini,” kata Nova Sarah, 18 tahun, siswa tuna netra, saat ditemui usai simulasi.
Secara keseluruhan ada 3.431.582 pemilih dalam Pilkada 2017 ini, termasuk yang berkebutuhan khusus. Mereka memberikan suaranya di 9.592 TPS seluruh Aceh, termasuk di Lembaga Permasyarakatan (LP). TPS tersebar di 23 kabupaten/kota dengan 6.477 gampong di seluruh Aceh.
Ada enam calon yang berlaga dalam pemilihan gubernur-wakil gubernur Aceh ini. Keenamnya masing-masing: Tarmizi Karim-Machsalmina Ali; Zakaria Saman-T Alaidinsyah; Abdullah Puteh-Sayed Mustafa Usab; Zaini Abdullah-Nasaruddin; Muzakir Manaf-TA Khalid; dan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah.
Dua pasangan calon yang bersaing dalam pemilihan wali kota-wakil walikota Banda Aceh 2017 ini adalah Illiza Sa'aduddin Djamal-Farid Nyak Umar dan Aminullah-Zainal Arifin.
Menurut Ridwan, pemungutan suara kali ini berlangsung aman. "Saat ini proses rekapitulasi penghitungan suara sedang berlangsung di tingkat kecamatan,” kata dia.
Kendati mengaku sudah nyaman dengan pencoblosan pada pilkada tahun ini, Ifwan dan Syarifuddin berharap bisa lebih baik lagi di masa mendatang agar mereka bisa mengikuti pemilihan secara mandiri.
ADI WARSIDI