INFO INDONESIA KERJA - Heboh kasus klaim oleh Negeri Jiran terhadap batik dan tarian Reog yang mengemuka beberapa tahun lalu membuka kesadaran bahwa selama ini kita kerap alpa mengurus kekayaan budayanya yang beraneka ragam.
Karena itu, kemudian berbondong-bondonglah masyarakat mendaftarkan berbagai resep makanan, pakaian adat, motif kain tradisional, dan lain-lain khas daerah masing-masing. Demikian pula Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang memiliki banyak ragam motif tradisional kain tenun ikatnya yang khas. “Sudah didaftarkan hak paten untuk motifnya kepada Kementerian Hukum dan HAM. Ada 58 motif,” kata Bupati Sikka Drs Yoseph Ansar Rera.
Kain tenun ikat Flores memang merupakan salah satu andalan wisata budaya di Nusa Tenggara Timur yang tengah naik pamornya. Berbagai atraksi tenun, seperti Festival Tenun Maumere yang diikuti lebih dari seribu orang penenun, bahkan memecahkan rekor nasional dan dunia.
Hingga kini, tak sedikit kelompok tenun ikat di perdesaan yang dibina untuk meningkatkan kualitas serat kain, tenunan, pewarnaan, hingga variasi motif tanpa meninggalkan nilai-nilai dasarnya. Sejumlah desainer busana terkemuka diundang untuk melatih para ibu-ibu penenun agar karyanya sesuai dengan tren dunia. “Tempatnya di Lepo Lorun, Desa Nita,” kata Yoseph.
Pada akhir Agustus lalu, Desa Nita dinobatkan Kementerian Dalam Negeri RI sebagai juara lomba desa nasional. Desa di wilayah Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, NTT, ini dinilai paling berhasil menerapkan transparansi anggaran pembangunan berbasis partisipasi warga. Desa Nita pun meraih penghargaan sebagai Desa Transparansi Anggaran versi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, bekerja sama dengan Tempo Media Group.
Tidak cukup itu, promosi wisata dengan menggelar Maumere Jazz Fiesta Flores pada 15-17 September lalu yang diikuti sejumlah musikus jazz dunia pun menjadi upaya untuk semakin mengenalkan Flores di mata dunia. Panggungnya tergolong tiada duanya, yaitu pantai hutan bakau Baba Akong di Desa Reroroja, Magepanda, Sikka, yang disirami cahaya bulan purnama.
Mengikuti tren global, andalan terbaru wisata Flores saat ini adalah olahraga. Kontur lahan penuh tanjakan panjang mengelilingi perbukitan menjadi “sirkuit” balap sepeda Tour de Flores yang menempuh jarak sekitar 735 kilometer. Lomba balap yang berlangsung pada pertengahan Mei itu bahkan masuk kalender resmi Union Cycliste Internationale (UCI), organisasi yang menaungi berbagai kompetisi balap sepeda di berbagai penjuru dunia.
Peluang lain dari wisata olahraga di Flores adalah bahari. Selain ada pantai-pantai yang indah, ada Teluk Maumere, diving spot dengan terumbu karang indah tak terkira. Uniknya, lokasi selam yang menjadi favorit tersebut adalah dinding patahan dan palung yang terbentuk akibat gempa tektonik hebat pada 1992.
“Pada Agustus lalu diselenggarakan Festival Teluk Maumere. Kegiatannya lomba foto bawah laut. Hasil fotonya unik. Pesertanya 30 fotografer dari 10 negara, jurinya dari Jerman dan Prancis,” kata Yoseph.
Daerah dengan mayoritas penduduk umat Katolik ini tidak lupa dengan wisata rohani. Sejumlah gereja tua dengan arsitektur khas era kolonial merupakan daya tarik, selain patung Bunda Maria Segala Bangsa yang terletak di Bukit Nilo. (*)