TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Jawa Timur, La Nyalla Mattalitti, divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Ia dinyatakan tidak terbukti melakukan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada Kadin Jawa Timur sebesar Rp 1,1 miliar.
"Menyatakan terdakwa La Nyalla Mataliti tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Sumpeno di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 27 Desember 2016.
Hakim memutuskan La Nyalla dibebaskan dari dakwaan jaksa penuntut umum. Setelah putusan dibacakan, hakim juga memerintahkan mantan Ketua PSSI itu segera dikeluarkan dari tahanan.
Jaksa menuntut La Nyalla dengan hukuman penjara 6 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia juga wajib mengembalikan kerugian negara Rp 1,1 miliar.
Jaksa penuntut umum menyatakan La Nyalla terbukti memperkaya diri sebesar kerugian negara. Keuntungan itu didapatkan dari hasil penjualan saham Bank Jatim senilai Rp 6,4 miliar. Saham itu sebelumnya dibeli menggunakan dana hibah dengan harga Rp 5,3 miliar.
Dalam pertimbangannya, hakim menganggap bahwa kasus La Nyalla seharusnya sudah selesai di sidang praperadilan. Dalam tiga kali praperadilan, La Nyalla dinyatakan tidak bersalah.
Sedangkan soal uang Rp 5,3 miliar, hakim meyakini bahwa uang itu merupakan dana yang dipinjam La Nyalla dan sudah dikembalikan. "Berdasarkan alat bukti yang sah dan keterangan dari dua saksi yang berkesesuaian, hakim berkeyakinan uang pinjaman Rp 5,3 miliar sudah dikembalikan," ujar Hakim Mas'ud.
Menurut hakim, pengembalian uang pinjaman itu terbukti dengan adanya catatan kecil pada 2012, seperti yang diungkapkan pejabat Kadin Jawa Timur Nelson Sembiring dan Diar Kusuma Putra. "Diar diminta melengkapi berkas karena catatan kecil ketelisut," ujar Mas'ud.
Adanya penyimpangan wewenang penggunaan dana hibah ini bermula dari korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur 2011-2014 sebesar Rp 48 miliar. Dalam perkara itu, kejaksaan telah memvonis Diar dan Nelson bersalah karena merugikan negara Rp 26 miliar.
Kasus itu merembet ke La Nyalla. Jaksa menyatakan La Nyalla turut menggunakan dana hibah untuk membeli saham Bank Jatim. Jaksa pun menemukan bukti baru berupa kuitansi pengembalian utang dana hibah yang janggal.
Di kuitansi itu, tertera tanggal pengembalian dana hibah yang dipinjam La Nyalla sebesar Rp 5,3 miliar untuk membeli saham Bank Jatim yang dilakukan pada 2012. Namun, materai yang ditempel pada kuitansi itu tertanggal 2014. Bukti inilah yang memperkuat keyakinan jaksa bahwa La Nyalla terlibat.
Hakim kekeh menyatakan La Nyalla tak terlibat. Menurut hakim Sigit Herman Binaji, penyimpangan dana Rp 26 miliar sudah ditanggung Diar dan Nelson dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya. Sehingga pengembalian kerugian negara itu tidak bisa dibebankan kepada La Nyalla.
Terkait dengan bukti kuitansi yang janggal, Hakim Mas'ud menuturkan itu hanya persoalan administrasi. "Terkait surat yang dipersoalkan JPU, ada catatan kecil yang ketelisut dan terkait dengan surat kuitansi pengembalian yang tertanggal mundur hanyalah masalah administratif," katanya.
Mas'ud pun menyatakan uang Rp 1,1 miliar hasil selisih pembelian IPO tidak perlu dilakukan audit BPKP dan dinyatakan sebagai perolehan yang sah. Sehingga La Nyalla harus dibebaskan dari seluruh dakwaan.
Mendengar putusan hakim, seluruh pendukung La Nyalla yang berada di ruang sidang bersorak, "Allahu Akbar! Alhamdulillah!" La Nyalla pun tampak sujud syukur.
"Kami menerima dan kami kira majelis hakim telah sangat bijaksana memutuskan keadilan di ruang sidang ini," kata penasihat hukum La Nyalla, Aristo Pangaribuan. Para jaksa penuntut umum menyatakan akan mempertimbangkan mengajukan banding. "Kami pikir-pikir Yang Mulia," kata Jaksa I Made Suarnawan.
MAYA AYU PUSPITASARI