TEMPO.CO, Bekasi - Meskipun baru saja bebas setelah menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf, Ariyanto Misnan bertekad akan kembali melaut bulan depan. Ia menjadi tawanan selama hampir sebulan sejak disandera pada 15 April 2016. "Sebulan ini istirahat dulu di rumah," katanya kepada Tempo, Ahad, 15 Mei 2016.
Sebetulnya, kata dia, perusahaan tempatnya bekerja tak mempersoalkan ia cuti sampai batas waktu yang tak ditentukan setelah dibebaskan dari penyanderaan. Perusahaan mempersilakannya kembali bekerja asalkan betul-betul siap. "Sekarang saya juga sudah siap, hanya istirahat dulu selama sebulan," ujarnya.
Ariyanto mengaku tak berpikir untuk bekerja di darat. Sebab, sejak lulus sekolah menengah pertama, dia sudah mempersiapkan diri menjadi seorang pelaut, mengikuti jejak ayahnya, yang meninggal empat tahun silam. Karena itu, dia siap menanggung setiap risiko bekerja di laut. "Mungkin yang dekat-dekat dulu, seperti perbatasan Malaysia," tuturnya. "Kalau ke Filipina, tergantung pemerintah."
Ariyanto menjelaskan, perompakan yang terjadi pada kapal tugboat Henry terjadi pada malam hari setelah magrib. Sebetulnya, kata dia, di perairan antara Malaysia dan Filipina selalu ada patroli. Namun, ketika itu suasana sudah gelap, sedangkan para perompak menggunakan kapal kecil sehingga dengan mudah menuju kapal yang dia nakhodai. "Mereka bawa senjata lengkap," kata pria 23 tahun itu.
Selama menjadi sandera bersama tiga temannya, Ariyanto mengaku makan seadanya. Bahkan tak jarang mendapat makanan sisa dari kelompok separatis di Filipina itu. Bahkan ia dan temannya tidur tanpa alas apa pun di hutan belantara. Setiap hari, kelompok yang beranggotakan sekitar 200 orang tersebut selalu berpindah-pindah menghindari gempuran militer Filipina. "Saya juga ikut berpindah-pindah," ucapnya.
Kakak kandung Ariyanto, Indra Purwanto, mengatakan ia menyerahkan sepenuhnya kepada sang adik untuk mengambil keputusan. Namun Indra berpesan agar Ariyanto lebih berhati-hati dan meminta jaminan keamanan kepada pemerintah. "Keluarga meminta istirahat dulu setahun," ujarnya. "Tapi dia menolak karena menjadi tulang punggung keluarga."
ADI WARSONO