TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan penegakan TAP MPRS Nomor 26 Tahun 1966 tentang larangan penyerapan paham komunisme mesti menghormati kebebasan pers dan akademik. Karena itu, Presiden Joko Widodo meminta aparat keamanan tidak bertindak berlebihan, seperti melakukan razia atau sweeping. "Tidak bisa, ini negara demokrasi," kata Pramono di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 13 Mei 2016.
Menurut dia, arahan Presiden kepada Kepala Polri dan Panglima TNI sudah jelas. Keduanya pun memahami apa yang menjadi tugas dan wewenangnya. Pramono menyatakan hal yang berkaitan dengan legalitas mesti dihormati. Namun, di sisi lain, hal yang berkembang di masyarakat tidak perlu disikapi dengan berlebihan.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menilai, sejauh ini, sikap yang ditunjukkan aparat masih terkendali. Polisi sudah mengerti batasan yang mesti dilakukan dan tidak melakukan kegiatan yang bersifat rahasia. Meski demikian, jika di lapangan ditemukan hal yang melanggar TAP MPRS Nomor 26 Tahun 1966, polisi akan bertindak. "Kalau sweeping, tidak ada, karena sudah kami tekankan," ucap Badrodin.
Ihwal penarikan buku-buku yang dianggap berisi ajaran komunisme, ujar dia, polisi tidak boleh menyita dari toko, kampus, ataupun percetakan. Menurut Badrodin, pengambilan buku hanya untuk contoh yang nantinya diserahkan ke Kejaksaan Agung guna diteliti.
Lebih lanjut, polisi tidak akan mentoleransi kelompok masyarakat atau organisasi massa yang bertindak main hakim sendiri. Ia meminta pihak mana pun yang ingin menggelar suatu kegiatan yang mendatangkan massa mengikuti aturan. "Jangan sampai tidak diberitahukan kepada polisi. Polisi bisa bubarkan," tutur Kapolri.
ADITYA BUDIMAN