TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan berani bertanggung jawab atas pernyataannya bahwa Siyono merupakan panglima kelompok teroris. Penegasan ini terkait dengan kritik sejumlah kalangan yang menilai penangkapan Siyono oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror melanggar hak asasi manusia.
"Saya berani mempertanggungjawabkan bahwa Siyono adalah panglima. Ini kami buktikan dari skema Neo JI (Jamaah Islamiyyah Muda)," ujar Anton seusai rapat kerja teknis Humas Polri, Senin, 28 Maret 2016.
Menurut Anton, semua senjata dari kelompok teroris diserahkan kepada Siyono saat itu. "Kenapa semua senjata diserahkan ke dia? Sebab, dia adalah panglima teroris yang menggantikan GM yang sudah dikurung 10 tahun. Dia akan membangun Negara Islam Indonesia (NII) yang kuat," kata Anton.
Pada Sabtu lalu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) menyatakan pemberantasan terorisme oleh Densus 88 tidak dibarengi dengan akuntabilitas. Menurut staf Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Kontras, Satrio Wirataru, hal tersebut janggal karena standarnya minimal ada dua orang yang mengawal tersangka. "Apalagi ini kasus terorisme," tuturnya saat konferensi pers di kantor Kontras, Senen, Jakarta, Sabtu, 26 Maret 2016.
Kontras mempertanyakan keterangan polisi yang menjelaskan bahwa Siyono adalah panglima salah satu kelompok teroris. Menurut Satrio, fakta tersebut kabur dan berasal dari sumber yang tidak jelas. Satrio mengatakan pernyataan polisi hanya bertujuan memperkuat kesan bahwa kematian Siyono karena yang bersangkutan berbahaya.
"Siyono sudah tewas, jadi tidak bisa mengkonfirmasi. Polisi tidak seharusnya mengeluarkan pernyataan itu," ucapnya.
Siyono terduga teroris asal Klaten ditangkap Densus 88. Ia tewas saat dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Bhayangkara, Yogyakarta. Versi polisi, Siyono meninggal karena kelelahan dan lemas setelah berkelahi dengan anggota Densus yang mengawalnya.
Anton menjelaskan, pada Kamis, 10 Maret 2016, Siyono hanya didampingi seorang anggota Densus 88 dan seorang sopir. Mereka hendak menuju tempat terduga teroris lain yang disebutnya masih satu kelompok dengan Siyono. "Dalam perjalanan, mata yang bersangkutan (Siyono) ditutup. Tangannya juga diborgol," tuturnya.
Namun, ketika sudah mendekati lokasi yang dimaksud, tersangka meminta penutup kepala dan borgolnya dibuka. Setelah penutup kepala dan borgol dibuka, Siyono langsung menyerang dengan memukul anggota Densus yang mengawalnya
Anton menjelaskan, dalam perkelahian tersebut, terjadi saling pukul dan dorong. Siyono pun lemas dan pingsan ketika anggota Densus membenturkan kepala Siyono ke sisi mobil.
ARIEF HIDAYAT | INGE KLARA SAFITRI