TEMPO.CO, Malang — Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru meresmikan penggunaan Taman Edukasi Edelweis sebagai upaya melestarikan tanaman bernama Latin Anaphis javanica ini agar tidak punah.
Taman itu dibangun pada Januari-Maret 2016 dengan luas sekitar 100 hektare, yang tersebar di kawasan gunung.
Penanjakan di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan; dan Gunung Argowulan di Desa Ngadisari, Kecamatan Sekarpura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Pembukaan Taman Edukasi Edelweis Bromo ini dilakukan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar pada pagi hari ini, 28 Maret 2016. Menteri Siti menyinggahi Bromo selepas dari kunjungan kerja ke Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran.
Peresmian ditandai dengan pemberian bibit edelweis kepada para siswa Sekolah Dasar Negeri Ngadisari dan dilanjutkan penanaman edelweis di halaman Musala Bank Syariah Mandiri di Penanjakan. Pemberian bibit kepada pelajar bertujuan agar mereka semakin peduli dan mencintai lingkungan dan budaya.
Menurut Siti Nurbaya, kegiatan penanaman bibit edelweis ini merupakan kampanye pelestarian ekosistem melalui pemberdayaan masyarakat dengan mengedepankan kearifan lokal masyarakat Tengger. “Kelestarian kawasan ekosistem TNBTS dapat dijaga dengan mengharmonisasikan kepentingan konservasi ekosistem, ekowisata, dan pemberdayaan masyarakat,” kata Siti.
Kepala Balai Besar TNBTS Dewi Ayu Utari menambahkan, keberadaan edelweis di kawasan TNBTS terancam punah akibat ulah manusia, juga diperparah oleh faktor anomali cuaca global yang sudah dirasakan Indonesia.
Ulah destruktif manusia paling menonjol adalah memperdagangkan edelweis baik di dalam maupun di luar kawasan TNBTS, serta pemetikan liar edelweis oleh pengunjung yang sembrono. Pengunjung yang ngawur biasanya memetik edelweis untuk disimpan sendiri sebagai kebanggaan, ditaruh di kamar atau ruang tamu sebagai hiasan atau dijadikan oleh-oleh bagi orang terkasih.
Kebiasaan ini dipicu anggapan bahwa edelweis perlambang keabadian dan ketulusan cinta, serta perlambang pengorbanan karena hanya bisa tumbuh di ketinggian pucuk atau lereng gunung.
“Banyak pengunjung kawasan, terutama yang ke Gunung Semeru, tidak mempunyai kesadaran lingkungan yang tinggi. Padahal keindahan edelweis tetap bisa dinikmati tanpa harus dipetik,” ujar Ayu.
Edelweis tumbuh liar merata di seluruh kawasan TNBTS yang seluas 50.276 hektare. Bila disatukan, sebaran tanaman edelweis ditaksir hanya seluas 1.000 hektare.
Pengawasan terhadap keberadaan flora dan fauna di TNBTS rutin dilakukan dengan patroli. Pengelola TNBTS juga rajin mengingatkan pengunjung untuk tidak mengambil dan membawa pulang apa pun dari dalam kawasan TNBTS tanpa izin pengelola taman.
ABDI PURMONO