TEMPO.CO, Jakarta - Gatot Pudjo Nugroho dan Evy Susanti, terdakwa perkara suap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, mengaku sebenarnya tidak pernah mau mengajukan gugatan. Ide mengajukan gugatan atas kasus pemanggilan dua staf Gatot ketika masih menjadi Gubernur Sumatera Utara itu datang dari pengacara Otto Cornelis Kaligis.
"Itu semua ide kreatif OC Kaligis," kata Gatot saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Rabu, 10 Februari 2016. Gubernur Sumatera Utara tersebut menggerakkan jarinya membentuk tanda petik saat menyebutkan kata "ide kreatif".
Dua staf yang dimaksud adalah Kepala Biro Keuangan Ahmad Fuad Lubis dan pelaksana harian Sekretaris Daerah, Sabrina, yang dipanggil Kejaksaan Agung. Pemanggilan berkaitan dengan dugaan korupsi yang dilakukan Gatot sebagai Gubernur Sumatera Utara.
Dalam surat panggilan, Gatot disebut sebagai tersangka korupsi dana bantuan operasional sekolah, bantuan sosial, bantuan daerah bawahan, dan dana bagi hasil. Gatot, yang kini juga berstatus terdakwa, mengatakan keempat dana tersebut sudah dievaluasi oleh BPK dan dinyatakan tak bermasalah.
Setelah mendapatkan laporan dari keduanya, Gatot menyarankan mereka memenuhi panggilan tersebut. "Saya juga menyarankan agar mereka berkonsultasi dengan pengacara OC Kaligis," kata Gatot.
Saran itu diberikan karena sebelumnya Gatot sudah meminta Kaligis menjadi kuasa hukumnya. Waktu konsultasi yang tersedia sekitar 40 jam. Setelah berkonsultasi itulah Kaligis menyarankan Gatot mengajukan gugatan ke PTUN Medan.
Gatot dan Evy mengaku awalnya tidak tahu mengenai pengajuan gugatan yang diusulkan saat Fuad, Sabrina, dan Kaligis bertemu. Keduanya baru tahu setelah beberapa waktu kemudian bertemu Kaligis. Evy menolak usulan gugatan tersebut. "Nantinya pasti ada masalah buat Pak Gatot kalau ada gugatan," kata Evy.
Menurut Evy, pemanggilan dua staf Gatot ke Kejagung sarat dengan muatan politis. Evy mengira hubungan Gatot dan wakilnya yang tidak harmonis menjadi penyebabnya. Evy kemudian menyarankan Gatot, yang juga suaminya, memperbaiki hubungan dengan Teuku Erry, Wakil Gubernur Sumatera Utara. "Tapi Pak OC Kaligis bilang ini harus digugat," kata Evy.
Kaligis, kata Evy, ketika itu ingin membuat contoh penegak hukum tidak bisa memanggil seseorang secara sewenang-wenang. Sebab, hasil evaluasi BPK menyatakan tidak ada masalah dengan empat dana yang diduga dikorupsi Gatot.
Gugatan pun kemudian diajukan. Perkara dimenangkan oleh Kaligis. Namun putusan hakim dipengaruhi oleh suap. Belakangan terungkap kalau Kaligis dan anak buahnya, M. Yagari Bastara, memberikan uang kepada hakim dan panitera agar bisa menang di PTUN Medan. Uang tersebut berasal dari Gatot dan Evy.
Ketiga hakim itu adalah Tripeni Irianto Putro, yang menerima SGD 5 ribu dan US$ 15 ribu, serta Dermawan Ginting dan Amir Fauzi, yang masing-masing menerima US$ 5 ribu. Sementara itu, panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan diberi uang sebesar US$ 2.500.
Ketiga hakim, panitera, serta Kaligis sudah divonis Pengadilan Tipikor. Sedangkan Yagari, Gatot, dan Evy masih menjalani persidangan.
VINDRY FLORENTIN