TEMPO.CO, Jakarta - Handoko Wibowo, tokoh gerakan masyarakat sipil asal Batang, Jawa Tengah, terpilih sebagai tokoh penerima penghargaan Yap Thiam Hien Award 2015. Dewan juri menilai Handoko sebagai pejuang hak asasi manusia (HAM) dalam mendampingi dan mengorganisasi ribuan petani.
“Di lapangan itu kurang pendamping orang kecil,” katanya kepada Tempo saat diwawancarai seusai penganugerahan Yap Thiam Hien Award di Museum Nasional, Jakarta, Rabu, 20 Januari 2016. Handoko merupakan seorang advokat. Namun dia rela meninggalkan profesinya dan mencurahkan waktu serta tenaganya bagi ribuan petani.
Handoko mengatakan menjadi advokat atas permintaan ayahnya, almarhum Budi Wibowo. Ayahnya kerap diperas oleh pejabat pada masa itu atas tuduhan terlibat komunis dan Gerakan 30 September. “Kamu harus kuliah hukum biar tidak dikurangajari,” kata Handoko menirukan nasihat ayahnya.
Handoko, yang berlatar belakang pendidikan hukum, kerap memberikan advokasi bagi warga sekitar. Berbekal warisan keluarga berupa lahan seluas 8 hektare, ia mendirikan tempat singgah bagi kaum termarginalkan, seperti buruh, petani, maupun kalangan minoritas LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender).
Ia kemudian membentuk organisasi Omah Tani pada 2008. Organisasi ini membawahi ribuan petani di Batang dan berfokus pada penanganan konflik-konflik tanah.
Ketua Yayasan Yap Thiam Hien Todung Mulya Lubis menganggap Handoko sebagai sosok penegak keadilan dan sosok antikekerasan bagi semua golongan.
Juri Penghargaan Yap Thiam Hien 2015 dari Dewan Pers, Yoseph Andi Prasetyo, menyatakan kegiatan Handoko memberikan dampak luas bagi masyarakat. “Pengaruhnya cukup besar untuk membangun kekuatan masyarakat sipil, terutama lingkungan petani dan buruh," kata Yoseph. "Bahkan Handoko mendorong lahirnya tokoh politik lokal menggunakan pendekatan HAM dan demokrasi.”
Yap Thiam Hien Award merupakan penghargaan yang diberikan oleh Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia kepada orang-orang yang berjasa besar dalam upaya penegakan HAM di Indonesia. Nama penghargaan ini diambil dari nama pengacara Indonesia keturunan Tionghoa, sekaligus pejuang hak asasi manusia, Yap Thiam Hien.
Tahun ini, Penghargaan didukung sejumlah dewan juri, yakni Dr Todung Mulya Lubis (Ketua Yayasan Yap Thiam Hien), Dr Makarim Wibisono (mantan duta besar/wakil tetap RI di Jenewa), Prof Dr Siti Musdah Mulia, MA, APU (dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Clara Joewono (pendiri CSIS), dan Yosep Adi Prasetyo (Dewan Pers).
BAGUS PRASETIYO