TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho, dan istrinya, Evy Susanti, didakwa memberikan uang kepada Patrice Rio Capella sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara. Uang tersebut diberikan melalui Fransisca Insani Rahesti.
"Terdakwa Gatot dan Evy memberikan uang sebesar Rp 200 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Patrice Rio Capella selaku anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dan Sekretaris Jenderal Partai NasDem," kata jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Irene Putrie, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 23 Desember 2015.
Jaksa mengatakan pemberian uang ditujukan agar Rio menggunakan kedudukannya untuk mempengaruhi pejabat Kejaksaan Agung selaku mitra kerja Komisi III DPR. Rio diharapkan bisa mempermudah penghentian penyelidikan perkara dugaan korupsi yang bisa menjerat Gatot. Perkara tersebut adalah dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDW), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan penahanan pencairan Dana Bagi Hasil (DBH).
Pemberian uang kepada Rio diusulkan anak buah OC Kaligis, Yulius Irawansyah alias Iwan. Iwan mengatakan kasus dugaan korupsi mencuat akibat ketidakharmonisan antara Gatot dan wakilnya yang berasal dari Partai NasDem, Tengku Erry Nuradi. Oleh sebab itu Iwan menilai perlu dibantu dengan pendekatan partai dengan cara islah.
Evy pun mengontak Fransisca Insani Rahesti, staf magang di kantor Kaligis, karena Fransisca merupakan teman Rio. Fransisca, bersama dengan Kaligis, bertemu dengan Rio. Kaligis meminta agar Rio bersedia menjembatani islah antara Gatot dan wakilnya. Rio pun menyanggupinya.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa diancam pidana dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
VINDRY FLORENTIN