TEMPO.CO, Jakarta - Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat berakhir antiklimaks. Mahkamah tak memutuskan hukuman untuk Ketua DPR Setya Novanto dalam dugaan pelanggaran etika perpanjangan kontrak karya PT Freeport.
Sebelum Mahkamah memberi vonis, Setya Novanto mundur sebagai Ketua DPR. “Dengan surat itu, sidang ditutup,” kata ketua sidang, Surahman Hidayat, Rabu, 16 Desember 2015. Sebelum penutupan itu, 10 dari 17 anggota Mahkamah menginginkan Setya diberi sanksi berat, sisanya sedang.
SIMAK: Novanto Mundur, Bagaimana Mekanisme Pilih Ketua DPR Baru?
Pengusul sanksi berat itu adalah dua politikus Golkar yang separtai dengan Novanto. Gerindra dan Partai Persatuan Pembangunan juga berbalik arah, dari membela Setya menjadi penganjur sanksi berat. Rupanya sanksi itu tetap untuk membela Novanto.
Menurut Wakil Ketua Mahkamah Junimart Girsang, pemberian pelanggaran berat justru bisa menyelamatkan Setya Novanto karena sanksi itu menuntut sidang berikutnya. Mahkamah harus membentuk panel yang terdiri atas tiga anggotanya plus empat orang masyarakat yang ditunjuk Mahkamah.
SIMAK: MKD Tutup Kasus Setya Novanto Karena Pengunduran Diri
Putusan panel ini pun harus disetujui oleh rapat paripurna DPR. Karena itu, kata Junimart, sanksi kategori sedang justru langsung mencopot Setya dari jabatan Ketua DPR. "Makanya kami sesuai dengan fakta yang terungkap dan persidangan, terus bukti-bukti yang sesuai dengan keterangan, kami memutuskan keputusan melanggar etika (kategori) sedang," ujarnya.
Melihat komposisi sanksi di Mahkamah, Novanto menyatakan mundur sebelum sanksinya diketuk. Ridwan Bae dari Golkar mengaku mendukung Novanto diberi sanksi atas pelanggaran kategori berat agar kasusnya diperiksa lebih dalam oleh tim panel. Kalau sanksinya pemecatan, kata Ridwan, "Kan tidak menyelesaikan masalah, tidak membuka semua persoalan ini."
SIMAK: Mundur sebagai Ketua DPR, Setya Novanto: Saya Minta Maaf!
Putusan pembuatan panel juga diusulkan oleh anggota MKD lainnya, yaitu Muhammad Prakosa dari PDI Perjuangan, Dimyati Natakusumah dari PPP, serta Sufmi Dasco Ahmad dan Supratman Andi Agtas dari Gerindra. Pembuatan tim panel tergolong cukup lama, biasanya memakan waktu lebih dari sebulan. Nantinya tim ini akan mendalami kembali kasus terkait. Dasco meyakinkan bahwa pembuatan tim panel tidak akan lama. "Kami tak ada ulur-ulur waktu," ujarnya.
Istana Kepresidenan menyambut gembira perkembangan dalam sidang Mahkamah. "Ya, tentunya berkali-kali Presiden menyampaikan, termasuk Wakil Presiden, juga menaruh harapan yang cukup besar bahwa MKD itu bisa menangkap hati nurani, suara rakyat," kata Menteri Sekretaris Negara Pramono Anung kemarin. "Artinya, apa yang menjadi harapan publik serta keinginan dan aspirasi masyarakat itu bisa diterjemahkan dan ditangkap. Mudah-mudahan dengan demikian segera ada ketenangan kembali."
EGI ADYATAMA | REZA ADITYA | HUSSEIN ABRI | AHMAD FAIZ