TEMPO.CO, Jakarta - Setya Novanto akhirnya mengundurkan diri dari posisinya sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Novanto menyampaikan surat pengunduran dirinya hari ini, Rabu malam, 16 Desember 2015. "Izinkan saya menyampaikan pengunduran diri dari posisi pimpinan dewan, seraya memohon maaf atas kekhilafan yang terjadi, serta teriring doa yang tulus untuk bangsa," ujar Novanto melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Rabu, 16 Desember 2015.
Novanto mengatakan sikap yang ia ambil dilandasi penghormatannya kepada semua rakyat Indonesia dan mencermati perkembangan sidang etik di Mahkamah Kehormatan Dewan. Selama menjadi pemimpin Dewan, ia mengakui begitu banyak dinamika yang harus dihadapi. Ia mengaku menyikapi berbagai dinamika dengan bijaksana. "Amanah yang saya emban selama ini adalah sebuah tanggung jawab yang harus selalu bertolak dari hal tersebut," katanya.
Dengan pengunduran diri ini, MKD memutuskan menutup kasus pelanggaran etik yang Novanto lakukan dan memutuskan mulai hari ini Novanto bukan lagi Ketua DPR. Awalnya mayoritas anggota berpendapat Novanto harus mendapatkan sanksi sedang dan dicopot sebagai Ketua DPR. Novanto disidang etik karena diduga meminta saham dan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada bos PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Sirajuddin Abdul Wahab mengatakan seharusnya pengunduran diri Setya Novanto dari jabatannya sebagai Ketua DPR dilakukan sejak awal pelaporan perkara “Papa Minta Saham”. Pengunduran diri Setya saat putusan sidang Mahkamah Kehormatan Dewan dianggap sudah terlambat. Pengunduran diri yang terlambat ini justru mengesankan Novanto sudah yakin jabatannya akan runtuh tanpa mengundurkan diri.
“Apabila itu dilakukan sejak awal, bisa saja opini publik akan memuji langkah dan sikap Ketua DPR RI karena menjunjung tinggi budaya malu serta menunjukkan dirinya sebagai sosok negarawan sejati,” tutur Sirajuddin Abdul Wahab dalam rilis yang diterima Tempo, Rabu, 16 Desember 2015.
TIKA PRIMANDARI