TEMPO.CO, Bandung - PT Indonesia Power selaku Unit Pembangkit Listrik Tenaga Air Waduk Saguling menelusuri sejumlah titik di kawasan hulu Waduk Saguling, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat pada Jumat, 18 September 2015. Hasil penelusuran tersebut menunjukkan adanya kontaminasi limbah yang cukup banyak masuk dari Sungai Citarum.
Waduk Saguling bukan hanya sebagai penyuplai 700 megawatt listrik untuk wilayah Jawa-Bali. Tapi waduk yang diresmikan pada tahun 1986 diharapkan menjadi pendongkrak ekonomi masyarakat sekitar melalui sektor perikanan dan wisata. Namun, aksi pencemaran limbah industri serta rumah tangga membuat kualitas air menjadi buruk dan mengancam ketahanan turbin pembangkit.
Tak hanya itu saja, laju sedimentasi juga mempercepat pendangkalan waduk. Aksi penyerobotan lahan di sekitar kawasan waduk pun berakibat menyusutnya daya tampung.
"Kami sangat prihatin dengan kondisi waduk terutama di bantaran. Karena disisi lain bantaran waduk menjadi jagaan bendungan kita, terutama disisi volume tampung. Kalau dilihat ternyata ada permasalahan yang terkait dengan lingkungan," kata Manajer Lahan dan Lingkungan PT Indonesia Power, Haryanto, Jumat, 18 September 2015.
Lebih lanjut Haryanto menambahkan, PT Indonesia Power mencatat, percepatan sedimentasi mencapai 4,3 juta m2 per tahun. Sampah yang masuk pun terhitung 1,5 hektare setiap harinya. Kondisi ini jelas memangkas usia waduk yang semula bisa mencapai 59 tahun.
"Kalau lihat dari laporan dari tim Unpad dan ITB kualitas air kita masuk golongan D, bukan untuk perikanan dan air baku minum. Hanya untuk PLTA juga ada permasalahan dengan tingkatan korosinya (terhadap turbin), di pinggiran waduk ada tanah hitam, nah itu tanda residunya sudah sangat tinggi," ujarnya.
Di tempat yang sama, Ahli Muda Pengelolaan Lahan dan Lingkungan PT Indonesia Power UP Saguling Amin Alimin mengatakan, secara regulasi pembuangan limbah ke sungai Citarum wajib diolah terlebih dulu sesuai dengan regulasi tentang lingkungan hidup. Namun demikian, aturan tersebut diabaikan karena karena dampaknya telah terjadi di Waduk Saguling. "Catchment area kami sangat luas, sedangkan jumlah pabrik itu bukan ratusan lagi, tapi sudah ribuan," ujar Ali.
Semua pabrik, harus memiliki instalasi pengolahan air limbah. "Hanya saja, pabrik-pabrik ini mau berkomitmen memproses limbahnya atau tidak? Soalnya, biaya pengolahannya kan sangat mahal, terutama untuk bahan kimianya," ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan Harja mengungkapkan, dalam 10 tahun terakhir duit sebesar Rp. 2 triliun yang termasuk dana pinjaman dari Asian Development Bank telah digelontorkan oleh Pemerintah untuk perbaikan sungai Citarum. Namun, hingga saat ini Citarum masih dalam kondisi buruk.
Menurut Dadan, lambannya penanganan Citarum dikarenakan hanya terpusat pada perbaikan infrastruktur seperti pembuatan kirimir, bendungan, dan normalisasi. Perbaikan bukan pada penanganan limbah.
"Sebagian sumber dananya dari utang. Memang tidak menjawab masalah pencemaran. Alokasi penanganan pencemaran limbah atau sampah wilayah das citarum sangat kecil dibandingkan dengan program infrastruktur," katanya.
PUTRA PRIMA PERDANA