TEMPO.CO, Jakarta - Nama Jeffrey Pagawak dituding sebagai penyandera dua warga Indonesia di wilayah perbatasan Indonesia dan Papua Nugini pekan lalu. Aparat polisi dan TNI menyebut pasukan Jeffrey mengajukan sejumlah tuntutan sebaga barter membebaskan kedua sandera.
Jeffrey mengaku kaget mengetahui namanya disebut sebagai penyandera 2 warga Indonesia di Skouwtiau, Distrik Kerom, Papua Nugini. Kedua sandera yakni Sudirman, 28 tahun, dan Badar, 20 tahun bekerja di sebuah perusahaan penebangan kayu di Papua Nugini.
"Sangat tidak benar saya dituduh sebagai penyandera dua warga Indonesia. Bapak TNI dan Polisi harus mengklarifikasi tudingan tentang keterlibatan saya menyandera dua warga Indonesia. Itu sangat tidak benar," kata Jeffrey saat dihubungi Tempo, hari ini, 16 September 2015. (Baca:Pembebasan 2 WNI Disandera, Menteri Luhut: Ditunggu 1-2 Jam)
Jeffrey menjelaskan, saat peristiwa penyanderaan terjadi dia ada di Porth Moeresby, ibu kota Papua Nugini untuk melakukan perjuangan diplomasi untuk kemerdekaan Papua di Pasific Islands Forum (Forum negara-negara Kepulauan Pasifik).
Forum ini mengadakan pertemuan tingkat kepala negara/kepala pemerintahan dari tanggal 8-10 September 2015. Usai pertemuan PIF berakhir, Jeffrey mengaku bergerilya melakukan diplomasi. "Saya hingga hari ini ada di Port Moresby. Bagaimana bisa terjadi, peristiwa penyanderaan itu ada di wilayah Vanimo?" ujar Jeffrey.
Menurut Jeffrey, perjuangannya membebaskan Papua berperspektif kemanusiaan, sehingga ia menolak perjuangan menggunakan senjata. Ia mengaku bukan anggota Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM). " Saya minta TNI dan Polri mengklarifikasi tentang tuduhan saya memiliki senjata, saya berjuang dengan diplomasi," tegas Jeffrey.
Jeffrey mengatakan, sejak aktif melakukan diplomasi di PNG, banyak pejabat PNG baik sipil maupun militer yang mengenalnya secara dekat. Itu sebabnya, ujar Jeffrey, ketika media di Indonesia ramai memberitakan dirinya sebagai penyandera, seorang pejabat militer PNG yang ikut proses pembebasan 2 WNI meneleponnya kemarin, 15 September 2015. Ia mengaku bingung dan mempertanyakan informasi itu kepada Jeffrey.
"Kamu ada dimana? Kenapa nama Anda disebut-sebut menyandera?" kata Jeffrey mengutip isi telepon pejabat militer Papua Nugini itu. Ia menjawab bahwa dirinya ada di Port Moresby dan membantah keterlibatannya. "Saya sangat kecewa kepada Indonesia termasuk media yang memberitakan saya penyandera," kata Jeffrey.
(Baca:WNI Disandera di Papua Nugini, Menlu Retno: Tak Ada Barter)
Jeffrey menduga penyandera 2 WNI itu adalah lawan politiknya yang ingin mematahkan perjuangannya melalui jalur diplomasi di forum negara Kepulauan Pasifik. Lawan politiknya ingin menghancurkan perjuangan karir politiknya karena kedekatannya dengan pemerintah PNG. "Saya dikambinghitamkan. Saya akan investigasi siapa yang melakukan semua ini."
Jeffrey kemudian mengutip pemberitaan media di Papua Nugini yang menyebut penyandera adalah kelompok TPN-OPM Lukas Bomay. Mengetahui hal ini, Jeffrey memutuskan ikut membantu pemerintah Papua Nugini bernegosiasi dengan kelompok Lukas Bomay untuk segera membebaskan dua WNI yang disandera sejak Sabtu, 11 September 2015.
Pria yang sudah tinggal di Papua Nugini sejak 2006 ini meminta pembebasan 2 WNI dilakukan secara damai. Termasuk mendengarkan aspirasi TPN-OPM oleh pemerintah Indonesia."Pastinya mereka punya alasan untuk menyandera mereka. Kami mengajukan penyelesaian win-win solution," ujarnya.
Jeffrey pun tidak yakin tuntutan TPN-OPM berupa pembebasan dua orang Papua yang ditahan oleh Polda Papua dalam kasus narkoba. "Saya yakin itu, tidak mungkin terkait kasus narkoba atau kriminal."
MARIA RITA