TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Badrodin Haiti mengatakan anak buahnya yang berjaga di lokasi kerusuhan Tolikara, Papua, telah menjalankan tugas sesuai ketentuan. Penembakan yang dilakukan polisi dinilai sudah sesuai prosedur.
"Mereka menembak ke bawah, arah lutut, sudah sesuai ketentuan," kata Badrodin seusai pertemuan di rumah dinas Kepala Badan Intelijen Negara, Kamis, 23 Juli 2015.
Dari 12 korban luka tembak, kata Badrodin, sebelas di antaranya terkena di bagian lutut. Akan tetapi, satu orang lainnya ternyata tewas terkena peluru karena tertembak di bagian pinggul. "Sedang kami selidiki, mungkin dia sedang jongkok saat tertembak," ucap Badrodin.
Badrodin berujar penembakan adalah langkah yang harus diambil aparat bila situasi tak terkendali. Sebelum kerusuhan, ucap dia, kapolres setempat sudah mencoba bernegosiasi dengan massa yang mengatasnamakan kelompok Gereja Injili di Indonesia (GIDI). Kelompok itu mendatangi lokasi salat Id dan melempari jemaah karena sebelumnya telah beredar surat edaran yang melarang ibadah dilakukan. Alasannya, pada waktu bersamaan, seminar internasional GIDI juga sedang digelar.
Menurut Badrodin, Kapolres Tolikara mencoba bernegosiasi agar massa membiarkan salat dilakukan hingga paling lama pukul delapan. Tak tercapai kesepakatan antara aparat dan massa. "Negosiasi gagal, lalu ada yang melempar," kata Badrodin. "Polisi menembak ke atas untuk membubarkan massa namun mereka malah melawan petugas."
Mengatasi rusuh itu, aparat akhirnya mengarahkan tembakan ke massa. Penembakan disebut Badrodin merupakan tanda bahwa negara hadir. "Dalam konstitusi dijelaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan untuk memeluk agama dan beribadah, ini tak boleh diganggu."
Walau begitu, Badrodin menegaskan pemeriksaan atas penembakan akan terus dilakukan. "Kalau sesuai, itu memang bagian dari tugas Polri."
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA