INFO BISNIS - Perkembangan industri kreatif di Indonesia, terutama di bidang inovasi dan desain produk, hingga kini masih samar dan belum optimal. Arah perkembangan industri Indonesia yang ada saat ini, baik pada kerajinan maupun manufaktur masih melulu sebagai tempat memproduksi desain-desain yang dibuat negara pemesan seperti Jepang, Amerika dan Eropa.
“Artinya, industri belum secara optimal memanfaatkan jasa desainer produk Indonesia untuk inovasi produk,” ujar Direktur Humas dan Pemasaran Universitas Paramadina, Hendriana Werdhaningsih. Menurut dia, jika industri di Indonesia membuat desain dan memproduksinya sendiri, tentu keuntungan yang diperoleh akan lebih besar. Ia mencontohkan India dan negara-negara Afrika yang sudah mulai mengarah ke sana. “Jadi kita tidak boleh tertinggal,” ujarnya.
Baca Juga:
Kepedulian akan hal ini memicu dialog informal di kalangan desainer produk, baik yang bekerja sebagai akademisi, di industri besar dan entrepreneur. Yudhi Jodjana, desainer produk industri otomotif di Jakarta berinisiatif membuat sebuah group chat yang dinamai desproyer. Tujuan awal sebetulnya untuk saling mengetahui perkembangan desain produk di berbagai industri maupun di akademik. Selain itu sebagai wadah bertukar informasi secara informal, membangun networking antar desainer produk yang saat ini berkiprah di berbagai industri, bisnis desain dan akademisi.
Karena diskusi di dunia maya ini cukup serius dan menyentuh beberapa isu penting seputar desain produk, munculah ide untuk melakukan “kopi darat”. Universitas Paramadina yang memang "rumah bagi siapa saja", termasuk tempat berkumpul desainer produk dan Himpunan Desainer Mebel Indonesia, menyambut ide ini, sekaligus bersedia menjadi tuan rumah untuk Desproyers Garthering #1. Kegiatan ini pun terwujud pada Sabtu, 30 Mei 2015 lalu, di mana hampir 60 desainer produk hadir dalam pertemuan ini. Di sana juga dipresentasikan dan dipamerkan beberapa karya inovatif desainer produk Indonesia yang dipasarkan di dunia.
Salah satu tema materi sharing saat itu adalah Desain Produk & Akademik (sertifikasi profesi dan KKNI). Sertifikasi profesi dan KKNI merupakan kebijakan pemerintah yang akan diterapkan untuk standarisasi dan peningkatan mutu SDM. KKNI ini akan dirumuskan oleh lembaga pendidikan (sebagai standar kualifikasi mutu lulusan yang harus dipenuhi seluruh Perguruan Tinggi) dan oleh asosiasi profesi (untuk malakukan kualifikasi dan penjaminan mutu desainer produk industri). Kebijakan ini juga merupakan salah satu persiapan menghadapi AFTA/MEA.
Baca Juga:
Pertemuan itu juga membahas soal Desain Produk & Inovasi. Beberapa desainer produk Indonesia ternyata telah cukup sukses menghasilkan produk yang inovatif dan sukses di pasar lokal maupun global. “Jadi forum ini adalah ajang mereka berbagi pengalaman tersebut. Kita juga dapat banyak belajar dari rekan-rekan yang bekerja di perusahaan besar dan asing, bagaimana cara mereka mengelola pengembangan desain produk,” tutur Hendriana.
Sharing pengalaman dalam membidik peluang bisnis di bidang desain produk industri, sekaligus mendukung keseriusan pemerintah dalam mengembangkan industri kreatif hingga saat ini, juga menjadi topik pembicaraan dalam pertemuan. Pertemuan ini juga sekaligus digunakan untuk sosialisasi ADPII (Aliansi Desainer Produk Industri Indonesia).
Noel Febry Ardian, Ketua Program Studi Desain Produk Universitas Paramadina mengatakan desainer produk dapat membantu industri untuk menghasilkan produk yang efisien dalam produksi serta yang terpenting, sesuai dengan kebutuhan dan keinginan target marketnya. Kata Noel, beberapa desainer bahkan telah berhasil meningkatkan jumlah produk ekspor perusahaan furniture. Desainer produk Indonesia juga tidak jarang yang menjadi entrepreneur seperti Singgih Kartono dan Joshua Simanjuntak yang produk-produknya sangat digemari pasar Jepang, Eropa, dan Amerika. “Tapi hal yang menjadi perhatian kita saat ini adalah bahwa profesi ini masih belum mendapatkan tempat yang sejajar dengan profesi lainnya dan masih kurang dikenal dimasyarakat. Jumlah desainer produk di Indonesia masih sangat minim, lembaga pendidikan tinggi desain belum menjadi pilihan studi bagi sebagian besar masyarakat sehingga peminatnya dan jumlahnya pun sedikit,” kata Noel.
Menurut dia, hal ini sangat bertolak belakang dengan besarnya potensi desain produk, seperti jumlah sumber daya alam yang melimpah, kekayaan tradisi dan budaya dalam membuat produk, keterampilan produksi yang khas, sangat beragam dan juga dikuasai secara turun temurun. Demikian juga dukungan industri manufaktur yang telah mampu membuat beraneka macam produk masal. “Tapi kok justru negara lain yang memanfaatkan potensi tersebut guna menghasilkan berbagai macam produk yang dipasarkan ke seluruh dunia termasuk di Indonesia,” tuturnya.
Karenanya, Universitas Paramadina didukung ADP, desainer dan akademisi lain saat ini sedang mempersiapkan Naskah Akademik untuk Indonesia Nasional Design Policy. INDP ini akan disampaikan kepada pemerintah sebagai usulan untuk strategi pengembangan peranan dan profesi desainer untuk peningkatan ekonomi nasional.
Menurut Noel, hal utama yang perlu dilakukan pemerintah saai ini adalah membentuk Pengembangan Pusat Desain sebagai tempat menghimpun berbagai karya pengembangan desain dan aktivitas untuk memberdayakan desain dengan tujuan meningkatkan daya saing produk Indonesia.
Inforial