TEMPO.CO, Yogyakarta - Sultan Palembang Darussalam, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin, meminta agar raja-raja se-Nusantara diberi kesempatan untuk duduk di semua lembaga pemerintah daerah. Bahkan juga menjadi kepala daerah sebagaimana posisi yang dimiliki Raja Kasultanan Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X. “Oh, iya (menjadi kepala daerah), itu kan hak warga negara,” kata Iskandar di arena Kongres Umat Islam Indonesia VI di Hotel Inna Garuda, Yogyakarta, Selasa, 10 Februari 2015.
Menurut dia, keinginan itu didorong ketidakpercayaannya pada lembaga adat yang dibentuk pemerintah karena bernuansa politis. Selain posisi kepala daerah, dia juga menginginkan raja bisa masuk ke dinas pariwisata. “Kerajaan merupakan lembaga adat yang mempunyai marwah budaya dan adat istiadat yang kental,” katanya.
Dia mengacu pada zaman Presiden RI Sukarno yang menghargai para raja dan menempatkan mereka sebagai dewan penasihatnya. “Ya, mestinya raja-raja itu otomatis begitu,” kata Iskandar, yang menjadi Ketua Umum Yayasan Raja Sultan Nusantara (Yarasutra).
Sosiolog Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Sunyoto Usman, melihat ada perbedaan antara kasultanan di Yogyakarta dan daerah lain. Masyarakat di Yogyakarta sudah terbiasa melihat sultan berperan sebagai raja sekaligus gubernur. Berbeda dengan daerah lain.
“Daerah lain belum tentu kondusif seperti di Yogyakarta,” kata Sunyoto.
Dengan demikian, raja-raja di daerah lain, menurut Sunyoto, lebih tepat sebagai tokoh kultural. Sinergi antara raja dan pemerintah daerah dapat berupa masukan atas ide-ide kearifan lokal.
Namun jabatan rangkap Sultan Hamengku Buwono X sebagai Raja Keraton Yogyakarta sekaligus Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta bukannya tak ada yang menentang. Sejumlah aktivis dan kalangan kampus menilai Sultan justru bisa menempatkan dirinya sebagai pemimpin tradisional yang dihormati rakyat dengan tetap menjadi raja seperti dalam sistem negara monarki konstitusional, dengan seperangkat hak dan kewajibannya. Adapun kepala daerah, gubernur, tetap merupakan jabatan terbuka.
Majelis Ulama Indonesia menggelar Kongres Umat Islam di Yogyakarta, 8-11 Februari 2015. Kongres ini menyoroti posisi politik umat Islam. Kongres ini juga dihadiri oleh 42 kasultanan di Indonesia.
PITO AGUSTIN RUDIANA