TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta meminta Polda Metro Jaya segera mencabut status tersangka Pemimpin Redaksi The Jakarta Post Meidyatama Suryodiningrat, dalam kasus dugaan tindak pidana penistaan agama. "Karena telah diselesaikan di Dewan Pers," kata Ketua AJI Jakarta Umar Idris, melalui keterangan pers, Ahad, 14 Desember 2014. (Pemred Jakarta Post Jadi Tersangka Penistaan Agama)
AJI juga meminta kepolisian menghentikan kasus tersebut. Meidyatama ditetapkan tersangka karena setelah Jakarta Post memuat karikatur The Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Penetapan status tersangka itu dinilai sebagai tindakan yang dapat mengancam kebebasan pers dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. (Dilaporkan ke Mabes Polri, Jakarta Post Santai)
Menurut penjelasan AJI, pemuatan karikatur ISIS oleh Jakarta Post pada 3 Juli 2014 merupakan kritik terhadap kelompok radikal ISIS yang memanipulasi ajaran Islam untuk melegitimasi kekerasan serta teror di Irak dan Suriah. Jakarta Post berniat mengkritik tindakan ISIS membunuh anak-anak, perempuan, serta orang yang memiliki perbedaan keyakinan. Sejumlah orang di Indonesia ternyata mendukung ISIS.
Oleh karena itu, karikatur tersebut dianggap relevan, untuk mengingatkan bahwa kelompok itu berpotensi mengganggu dan berbahaya bagi keamanan negara dan masyarakat. Umar menuturkan, jika pemuatan karikatur itu dinilai mengganggu kelompok Islam tersebut, hal tersebut bukan merupakan tindak pidana yang layak dikriminalkan. Pada 16 Juli silam, Dewan Pers menyatakan karikatur itu melanggar Pasal 8 Kode Etik Jurnalistik, karena dianggap mengandung prasangka yang tidak baik terhadap agama Islam. (Baca: Karikatur ISIS, Jakarta Post Dilaporkan ke Polisi)
Jakarta Post meminta maaf dua kali pada 7 dan 8 Juli 2014 dalam edisi online. Karikatur pun ditarik dan Jakarta Post menyatakan tidak akan mengulangi tindakan serupa. Permintaan maaf dilayangkan setelah adanya satu kelompok masyarakat yang tidak setuju dengan pemuatan karikatur itu. Dengan permintaan maaf itu, Dewan Pers mengganggap kasus tersebut selesai.
AJI menilai tindakan Polda Metro Jaya dalam menetapkan Meidyatama tersangka berpotensi membungkam suara kritis jurnalis dan media, terutama dalam mengkritik penyalahgunaan ajaran agama oleh kelompok tertentu untuk membenarkan kekerasan dan terorisme.
MARIA YUNIAR
Baca berita lainnya:
Pramugari AirAsia Disiram Air Panas, Ini Sebabnya
Tutut Minta Putusan Arbitrase TPI Dibatalkan
Mereka yang Terpilih, Tokoh Tempo 2014
Prabowo Disebut Pernah ke Kantor Gubernur Fahrurrozi
Tagar Tentang Jokowi Paling Cepat Tersebar di 2014