TEMPO.CO, Kendari - Pengacara Mohammad Sadli Saleh, Hardi, menyayangkan Kepolisian Resor Baubau yang menetapkan kliennya sebagai tersangka pencemaran nama baik. Sadli merupakan wartawan Liputanpersada.com yang dilaporkan Biro Hukum Pemerintah Daerah Buton Tengah dengan tuduhan pencemaran nama baik. Polisi menjerat Sadli dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Kami menyayangkan mengapa tidak memperhatikan MoU antara Polri dan Dewan Pers. Mou sedianya dijalankan sebagai rujukan,” kata Hardi, Sabtu, 9 Februari 2020.
Ketua Divisi Advokasi Aliansi Jurnais Independen (AJI) Kendari, La Ode Pandi Sartiman, mengatakan pelaporan Sadli oleh Bupati Buton Tengah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Juga mengabaikan Nota Kesepahaman (MoU) antara Polri dan Dewan Pers.
“Dalam kasus yang menimpa Sadli, tidak melewati tahapan yang dimaksud, di mana penggunaan hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke pihak polisi maupun proses perdata, tidak dilakukan oleh pihak pelapor dalam hal ini Bupati Buton Tengah Samahuddin,” kata Pandi.
Kasus ini bermula ketika Sadli menulis artikel di media daring Liputanpersada.com pada 10 Juli 2019 dengan judul “Abracadabra : Simpang Lima Labungkari Disulap Menjadi Simpang Empat“. Tulisan ini mengkritik Bupati Buton Tengah Samahudin.
Bupati lewat Biro Hukum kemudian melaporkan Sadli ke Kepolisian Resor Baubau pada medio Juli 2019. Sadli menjadi tersangka. Bahkan perkara ini sudah bergulir di pengadilan. Hingga kini Sadli telah tiga kali menjalani proses sidang di Pengadilan Negeri Pasarwajo Kabupaten Buton. Sidang ketiga digelar Kamis, 6 Februari 2020.
Dalam waktu dekat juga, Pengacara Sadli, Hardi, juga akan melaporkan Pemda Buteng ke Ombudsman atas dugaan penyalahgunaan kewenangan. "Karena ini menyangkut pejabat publik yang namanya dicemarkan, bupati seharusnya melaporkan sendiri tidak menggunakan fasilitas negara," kata dia.