Dewi dipaksa menjalani berbagai ajaran Islam, seperti berpuasa, salat, dan mengikuti pesantren. Padahal bukan seperti itu cara beribadah Dewi dan kelompoknya. "Kami benar-benar dipaksa menjadi 'bunglon' oleh negara," kata wanita asal Kuningan, Jawa Barat, itu. (Baca: Menteri Tjahjo Ingin Aliran Kepercayaan Masuk KTP)
Masa kecil yang penuh dengan tudingan negatif dari masyarakat sekitar dan negara pun masih dia rasakan sampai saat ini. Karena menganut kepercayaan di luar keenam agama yang diakui oleh pemerintah, Dewi tidak memiliki catatan akta nikah yang diakui negara. (Baca juga: Soal Kolom Agama di KTP, Menteri Tjahjo Ikut Tokoh Agama)
Walau sudah berjuang, ia masih tidak boleh mencantumkan agama aslinya di KTP. Hingga pada usianya yang ke-27, ia memutuskan hanya mencantumkan strip atau garis di kolom agamanya. "Hal itu kan tindakan intoleransi agama terhadap kami," katanya.
Dewi berharap mendapat kesetaraan dari pemeritah. Sebagai warga negara dan juga pembayar pajak, ia merasa seharusnya diperlakukan sama dengan warga lain. "Saat warga lain bisa mencantumkan agama di KTP, maka apa yang menghalangi kami sehingga tidak boleh (mencantumkan kepercayaan kami)?"
Dalam kasus dikosongkan atau dicantumkan agama di KTP baru-baru ini, Dewi lebih memilih mencantumkan kepercayaannya yang asli, di KTP. Dewi menganggap pencantuman itu adalah salah satu cara pemulihan nama baik kepercayaannya. (Baca juga: Penganut Tri Dharma: KTP Tak Perlu Sebut Agama)
MITRA TARIGAN
Baca Berita Terpopuler
Beda Jokowi dan SBY dalam Umumkan Kenaikan BBM
Di Negara Ini Harga BBM Turun Tapi Tetap Mahal
BEM Indonesia Akan Turunkan Jokowi
Harga BBM Naik, JK Hubungi Ical dan SBY
Ceu Popong Ajukan Pertanyaan 'Bodoh' di Paripurna