TEMPO.CO, Kupang - Ketua dan empat anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur, periode 2014-2019 yang baru sebulan dilantik terancam dipecat. Mereka menolak membuat laporan rekapitulasi suara hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati SBD tahun 2013 agar pasangan terpilih, Markus Dairo Talu-Ndara Tanggu Kaha, segera bisa diproses pelantikannya.
“Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati SBD terpilih harus segera dilakukan karena sudah lama tertunda. Namun KPU SBD menolak,” kata juru bicara KPU NTT, Maryanti Luturmas Adoe, Kamis, 13 Maret 2014.
Menurut Maryanti, alasan penolakan KPU SBD dinilai tidak masuk akal. Mereka tidak bersedia membuat rekapitulasi dan memproses pelantikan Bupati dan Wakil Bupati SBD terpilih karena bukan mereka yang menangani pilkada. Padahal, kata Maryanti, permintaan KPU NTT secara kelembagaan, bukan perorangan.
Maryanti mengatakan masih tetap berupaya melakukan pendekatan terhadap KPU SBD agar melaksanakan tugasnya. Jika tetap berkukuh menolak, masalahnya diserahkan kepada KPU pusat. "Keputusan terburuk, KPU NTT mengambil alih masalah itu. Ketua serta seluruh anggota KPU dipecat,” ucapnya.
Maryanti juga menjelaskan KPU NTT telah menjadwalkan pelantikan Bupati-Wakil Bupati SBD terpilih sebelum pemilu legislatif 9 April 2014.
Berdasarkan data yang dihimpun Tempo, kisruh pilkada SBD taerus berlarut-larut, meskipun Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi telah meminta Gubernur NTT Frans Lebu Raya melantik Markus-Ndara.
Gamawan, dalam suratnya tertanggal 7 Januari 2014, menegaskan hasil pilkada SBD yang dimenangkan Markus–Ndara telah final. Selain diperkuat Mahkamah Konstitusi pada 24 Agustus 2013, juga sesuai dengan hasil konsultasi di Kementerian Dalam Negeri pada 14 November 2013.
Sesuai dengan hasil rapat pleno KPU pada 10 Agustus 2013, Markus–Ndara memenangkan pemilihan dengan meraup 47 persen suara. Sedangkan pasangan inkumben Kornelis-Daud mendapat 46 persen.
Hasil rapat pelono itu digugat Kornelis ke Mahakamh Konstitusi, tapi ditolak. Meski demikian, KPU SBD membawa masalah manipulasi suara ke kepolisian, sehingga kemenangan Markus–Ndara dibatalkan.
Dalam rapat pleno ulang yang dilakukan pada 26 September 2013, KPU SBD justru memenangkan pasangan ikumben Kornelis–Daud. Ulah Ketua MK saat itu, Akil Mochtar, yang "membisniskan" putusan sengketa pilkada SBD semakin merumitkan masalah. Kemenangan Marku–Ndara di MK pun dipersoalkan keabsahannya.
Tertundanya pelantikan Markus–Ndara juga mengundang perhatian Komnas HAM. Gubernur Frans Lebu Raya dituding melanggar hak asasi karena pemenang pilkada tidak segera dilantik. "Sikap gubernur itu telah melanggar HAM," kata anggota Komnas HAM, Natalius Bigai, kepada Tempo di Kupang, Selasa, 11 Maret 2014. Namun Frans Lebu Raya tetap pada alasannya, yakni dualisme usulan KPU SBD.
YOHANES SEO | JALIL HAKIM
Berita penting lain
Di Pelukan Ibu Ade Sara, Dua Wanita ini Menangis Minta Maaf
Pengamat: Jika Jokowi Capres, Prabowo Harus Legowo
Suara Ledakan Diduga Malaysia Airlines Terdengar di Trengganu
Hasil Pertandingan Babak 16 Besar Liga Champions