TEMPO.CO, Jakarta - Judilherry Justam celingukan. Kawat berduri di atas tembok tahanan sudah tersingkap dan menganga, mengundang untuk diterobos. Selangkah lagi, ia bisa kabur. Sejenak memantapkan hati, lalu hup…, dia melompat.
Bersama Salim Hutajulu dari Senat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Sekretaris Jenderal Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia itu lolos dari kepungan kawat yang memisahkan dunia luar dan halaman rumah tahanan kejaksaan di bilangan Ragunan, Jakarta Selatan. “Saya pernah sekali kabur dari tahanan. Sebab, saya amati, penjagaannya longgar. Berbeda saat di Gang Buntu, saya diisolasi,” ujarnya sembari tertawa saat mengenang kenakalannya sebagai pesakitan politik kerusuhan Malari. (Baca juga: Hari Ini, 40 Tahun Lalu Jakarta Diamuk Malari)
Lepas dari kerangkeng, Judil menghentikan sebuah bus umum. Bekal duit dari orang tua, yang saban pekan menjenguknya, ia gunakan buat membayar ongkos. “Tujuan saya waktu itu rumah seorang senior HMI di kawasan Kemang,” katanya, seperti ditulis majalah Tempo dalam Edisi Khusus Malari, terbit 13 Januari 2014.
Sesampai Judil di rumah yang dituju, si empunya rumah terkaget-kaget. Sebab, sang senior tahu Sekretaris Jenderal Dewan Mahasiswa UI yang ditahan pada April 1974 itu seharusnya berada di bui. Toh, Judil diterima baik. “Saya sempat makan, lalu minta sedikit uang untuk ongkos balik. Setelah diberi uang, kembali ke tahanan,” ujarnya.
Judil memang tak pernah benar-benar berniat kabur. Insting nakalnya sebagai mahasiswa saja yang membawa dia berani moncor melewati kawat. “Mengusir rasa bosan, itu saja. Buktinya, saya kembali lagi tanpa ketahuan,” katanya.
Bagi para aktivis mahasiswa yang dituduh terlibat Malari, kehidupan tahanan memang tak melulu seram. Beberapa pengakuan yang dijaring Tempo menyatakan tak mendapat siksaan fisik. Bahkan, di RTM Boedi Oetomo, banyak kelas yang digelar, seperti pelajaran bahasa asing, diskusi ekonomi bersama Dorodjatun--lulusan Amerika Serikat--serta beberapa sesi soal keterampilan kerja dan kesenian. Tentu gaple tak ketinggalan. “Saya ikut diskusi ekonomi Dorodjatun dan kelas bahasa Arab yang pengajarnya orang PKI,” ujar Judil.
Judil merupakan satu dari puluhan aktivis mahasiswa yang ditangkap lalu ditahan Orde Baru lantaran diduga terlibat kerusuhan Malari. Ia sempat menghabiskan waktu 22 bulan di penjara tanpa ditunjukkan kesalahannya dengan terang.
TIM TEMPO
Baca juga:
Mahfud Mengaku Heran Atas Pemilihan Akil Mochtar
Jokowi Kaget Blusukan 'Dikuntit' Caleg PDIP
Perempuan Arab Saudi Dilarang Main Ayunan
Ini Sebab Jakarta Utara Relatif Bebas Banjir
Soal Dugaan Suap Pilgub Jatim, Ini Kata Cak Imin
Kata Istrinya, Anas Urbaningrum Sedang Tirakat
Kado Tahun Baru Anas Urbaningrum Versi Ipar SBY