TEMPO.CO, Serang - Jalannya pemerintahan Provinsi Banten mulai terseok-seok karena tersandera Atut Chosiyah, yang mendekam di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur sejak Desember tahun lalu. Sebagai Gubernur Banten yang aktivitasnya terbatas, Atut memilih tetap memegang kendali urusan-urusan penting pemerintahan. Wakil Gubernur Banten Rano Karno yang mestinya bisa mengantikan pean Atut, justru tidak diberi wewenang.
Menurut Rano Karno, situasi pemerintahan di Banten mulai mengkhawatirkan. Apabila dalam waktu satu minggu ini pewakilan pemerintahan tidak bertemu Atut di tahanan, Banten dalam kondisi bahaya. "Kami sudah beberapa kali mengirimkan surat ke KPK untuk bisa bertemu dengan Ibu Gubernur, namun belum dapat jawaban. Kalau seminggu lagi saja kami belum bisa bertemu, bisa bahaya," kata Rano Karno, Selasa, 7 Januari 2014.
Komisi Pemberantasan Korupsi memang belum memberikan izin kepada sejumlah pejabat Banten bertemu Atut. Sebab, pertemuan itu dikhawatirkan akan mengganggu proses penyidikan tersangka kasus suap sengketa pemilihan kepala daerah Lebak kepada Akil Mochtar, Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut. Adik kandung Atut, Chaeri Wardana juga dijerat kasus suap ini.
Rano menjelaskan tentang situasi bahaya yang dimaksud adalah terkait evaluasi APBD 2014 dari kabupaten/kota yang harus diteken gubernur. "Terutama terkait evaluasi APBD 2014 dari kabupaten/kota, itu kan belum bisa berjalan. Jangankan pembangunan, gaji para PNS saja terhambat," ujarnya. (Baca: Sikap DPRD Banten Soal Atut)
Dia akan melapor ke Kementerian Dalam Negeri terkait dengan tersendatnya roda pemerintahan ini. "Diharapkan Mendagri bisa memberikan solusi terkait dengan kondisi yang terjadi di Banten. Intinya minta arahan, solusinya bagaimana," kata bintang film dan juga bekas Wakil Bupati Tangerang ini.