TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, tak setuju dengan rencana penghapusan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Dia berpendapat penghapusan itu merusak esensi reformasi karena mengurangi hak rakyat untuk memilih. "Kalau dikembalikan seperti dulu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang memilih, buat apa ada reformasi?" kata Mega ketika ditemui seusai membuka rapat kerja Fraksi PDI Perjuangan, Senin, 9 Desember 2013.
Mega mengatakan reformasi memberikan kesempatan rakyat untuk memilih sendiri pemimpinnya, mulai dari tingkat wali kota/bupati, gubernur sampai presiden. Kalau alasan penghapusan karena politik uang, Mega mempertanyakan kepastian tak ada transaksional jika pemilihan dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Menurut Mega, ada empat hal yang dianggap menjadi masalah dalam pemilihan langsung. Empat hal tersebut antara lain penyelenggara pemilu yang tak netral, data hasil pemilihan dipermainkan, permainan intelijen mengetahui kondisi lawan politik dan calon pemilih, politik uang membeli suara rakyat yang biasanya dilakukan oleh calon petahana. "Apa ada yang menjamin kalau pemilihan langsung dihapus, maka empat itu tidak ada," ujarnya.
Dia mengkhawatirkan empat hal itu pasti juga ada ketika parlemen daerah yang menentukan pemimpin. Hanya saja, ujar Mega, jumlah yang melakukan lebih sedikit dan hanya menguntungkan beberapa orang saja.
Proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) kini telah memasuki tahap lobi. Ada empat isu yang masih belum menemukan kesepakatan di antara fraksi-fraksi. Salah satunya ialah terkait mekanisme pemilihan. Pemerintah mengusulkan agar pilkada gubernur, bupati dan wali kota diselenggarakan di DPRD. Artinya, pilkada langsung diusulkan untuk dihentikan.
SUNDARI