TEMPO.CO, Solo--Dua kubu yang berseteru di Keraton Surakarta sama-sama memilih cooling down agar suasana kembali kondusif. Mereka juga sama-sama membuka peluang untuk saling berdamai. Hanya saja, hingga saat ini belum ada komunikasi di antara kubu Paku Buwana XIII dan kubu dewan adat.
Salah satu pendukung dewan adat, KRMH Satryo Hadinagoro mengatakan bahwa konflik dalam keraton bermula dari pelanggaran adat. "Tedjowulan keluar dari keraton dan mengaku sebagai raja," katanya, Selasa 27 Agustus 2013. Hal itu dilakukan beberapa saat setelah Paku Buwana XIII wafat sekitar sembilan tahun lalu.
Padahal, keraton saat itu telah mengangkat putra tertua PB XII, Hangabehi. Tindakan Tedjowulan tersebut dianggap sebagai pelanggaran berat terhadap adat dalam keraton.
Meski Hangabehi dan Tedjowulan telah berdamai pada tahun lalu, dewan adat belum mengakuinya. Mereka menganggap perdamaian itu menjadi sebuah hubungan pribadi. "Sedangkan pelanggaran adat harus diselesaikan secara adat," katanya.
Dewan adat juga tidak mengakui adanya rekonsiliasi itu lantaran tidak dilibatkan. "Saat itu hanya ada PB XIII bersama kubu Tedjowulan," katanya. Hal itu justru berakibat konflik dalam keraton semakin meluas.
Menurut Satryo, PB XIII tidak bisa mengambil keputusan sendiri dalam rekonsiliasi. "Harus melibatkan dewan adat," katanya. Dia menegaskan bahwa raja hanya merupakan salah satu bagian dari adat yg hidup dalam keraton.
Dia menyebut bahwa dewan adat sebenarnya masih membuka peluang untuk berdamai. "Tedjowulan harus minta maaf secara adat," katanya. Selain itu, Tedjowulan juga harus bersedia untuk kembali tunduk pada aturan adat.
Terpisah, Tedjowulan juga mengatakan bahwa pihaknya juga sanggup untuk berdamai. Hanya saja, dia juga meminta syarat. "Semua yang ada di dalam keraton harus tunduk pada perintah raja," katanya.
Menurut Tedjowulan, keberadaan dewan adat tersebut justru tidak sesuai dengan adat keraton. Terlebih, dewan adat menyebut diri sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di keraton. Sesuai adat keraton, raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. "Orang Jawa menyebutnya sebagai sabda pandhita ratu," katanya.
Paku Buwana XIII yang saat itu bersama Tedjowulan secara tidak disangka-sangka juga bersedia memberikan pernyataan kepada wartawan. Selama ini, dia sangat jarang memberikan pernyataan kepada pers. "Acara (halalbihalal) kemarin untuk berdamai," katanya terbata-bata lantaran penyakit stroke yang pernah dideritanya.
Paku Buwana XIII mengaku telah mengundang semua adik-adiknya, termasuk yang berada di kubu dewan adat untuk hadir dalam acara tersebut. "Saya undang (untuk) sungkem," katanya. Hanya saja, acara tersebut akhirnya batal lantaran dibubarkan oleh kubu dewan adat.
Sementara itu, Pemerintah Kota Surakarta menyatakan kesiapannya untuk menjadi mediator bagi dua kubu yang bertikai. "Kami siap asal tidak ada keterlibatan orang luar," kata Wali Kota Surakarta FX Hadi rudyatmo saat ditemui.
Dia menyayangkan kehadiran pihak dari luar keraton yang justru berpotensi memperbesar konflik. Salah satunya adalah kehadiran kelompok perguruan silat yang didatangkan oleh dewan adat. "Yang benar itu ya ngundang Satuan Polisi Pamong Praja," katanya.
AHMAD RAFIQ
Terhangat:
Konflik Keraton Solo | Suap SKK Migas | Konvensi Partai Demokrat | Pilkada Jatim
Berita terkait:
Mobil Hardtop Jebol Pintu Keraton Surakarta
Raja Pakubuwono XIII Disandera?
Keraton Surakarta Ribut, Kelompok Silat Dikerahkan