TEMPO.CO, Solo - Raja Keraton Surakarta Paku Buwana (PB) XIII menggelar pertemuan kesepakatan damai dengan adik-adiknya, Sabtu dinihari 24 Juni 2017. Pertemuan tersebut mendapat pengamanan ketat dari kepolisian.
Perdamaian antara PB XIII dengan adik-adiknya yang semula terpecah menjadi beberapa kubu itu diharapkan menjadi akhir dari konflik yang terjadi selama 13 tahun.
Baca juga: Konflik Keraton Solo, Tjahjo: Pemerintah Menyerahkan ke PB XIII
“Selanjutnya semua bersepakat untuk menjaga kelestarian cagar budaya ini,” kata salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden Subagyo HS yang menjadi saksi dalam kesepakatan itu.
Menurut Subagyo, perjanjian damai itu ditandatangani oleh PB XIII bersama 18 adik-adiknya. Termasuk dengan adik-adiknya yang tergabung dalam Lembaga Dewan Adat yang berseteru dengan PB XIII selama beberapa tahun terakhir.
Subagyo menyebut ada beberapa poin yang tertulis dalam surat kesepakatan itu. Hanya saja, dia tidak hapal isinya. “Yang jelas semua sepakat untuk saling memaafkan kesalahan di masa lalu,” katanya.
Subagyo menegaskan tidak ada jaminan bahwa kesepakatan itu bakal mengakhiri konflik keluarga keturunan Mataram Islam itu. “Yang bisa menjamin hanya Gusti Allah,” katanya. Namun, kesepakatan itu merupakan upaya untuk menyeselesaikan semua masalah di dalam keraton.
Konflik keluarga keraton itu terjadi setelah PB XII wafat tanpa memiliki putra mahkota sekitar 13 tahun lalu. Dua anaknya, Hangabehi dan Tedjowulan sama-sama mengklaim dirinya sebagai PB XIII.
PB XIII Hangabehi bertahta di dalam keraton dengan didukung adik-adiknya dari satu ibu. Sedangkan PB XIII Tedjowulan keluar dari keraton dan menduduki singgasananya di kawasan Kottabarat.
Pada 2012 lalu raja kembar itu berdamai. Tedjowulan akhirnya melepaskan gelar PB XIII dan mendampingi Hangabehi sebagai Maha Patih.
Namun, pendukung Hangabehi justru menolak perdamaian itu. Mereka lantas membentuk Lembaga Dewan Adat dan menguasai keraton. Bahkan, PB XIII Hangabehi selama beberapa tahun tidak bisa duduk di singgasananya.
Pemerintah lantas turun tangan dan berhasil mengembalikan keraton kepada PB XIII pada April lalu. Meski sempat memanas, Lembaga Dewan Adat akhirnya harus keluar dari dalam keraton.
Salah satu adik PB XIII yang selama ini berada di kubu Lembaga Dewan Adat, KGPH Puger berharap perdamaian tersebut benar-benar akhir dari konflik. “Lembaga Dewan Adat siap untuk dibekukan,” katanya.
Pihaknya juga menyatakan bahwa PB XIII merupakan penguasa tertinggi dalam keraton. “Selanjutnya kami semua akan bersama-sama melestarikan keraton sebagai cagar budaya,” katanya.
Sedangkan Tedjowulan yang hadir dalam acara itu memilih tidak berkomentar. Dia segera pergi setelah acara selesai. “Saya lebih baik tidak berkomentar dulu,” katanya kepada wartawan.
Pertemuan itu sendiri berlangsung sejak Jumat malam sekitar pukul 22.00 WIB dan berakhir Sabtu dinihari. Beberapa polisi bersenjata terlihat hilir mudik di sekitar keraton untuk mengamankan pertemuan itu.
AHMAD RAFIQ