TEMPO.CO, Surakarta - Lembaga Dewan Adat yang selama ini terlibat konflik Keraton Surakarta dengan Paku Buwana (PB) XIII akan membubarkan diri. Pembubaran lembaga tersebut merupakan hasil dari perjanjian damai antara PB XIII dengan adik-adiknya yang berlangsung hingga Sabtu dinihari 24 Juni 2017.
Perdamaian itu dilakukan oleh PB XIII bersama dengan adik-adiknya yang tergabung dalam Lembaga Dewan Adat. PB XIII bertindak sebagai pihak pertama dalam perjanjian itu. "Ada 17 adik-adik raja serta kerabat lain yang ikut menandatangani perjanjian damai itu sebagai pihak kedua," kata kuasa hukum PB XIII, Ferry Firman Nurwahyu, Sabtu 24 Juni 2017.
Baca: Paku Buwana XIII Berdamai dengan Adik-adiknya
Menurut Ferry, terdapat beberapa poin yang tertulis dalam kesepakatan damai. Salah satu hal yang terpenting adalah bahwa pihak kedua mengakui kekuasaan dan kepemimpinan PB XIII di dalam Keraton Kasunanan Surakarta. Mereka juga menyatakan kesanggupan untuk taat terhadap semua perintah dari PB XIII.
Selanjutnya, pihak kedua juga mengakui bahwa mereka telah menguasai keraton tanpa hak selama lima tahun terakhir. Mereka juga mengakui telah menganggu kewibawaan raja. "Atas perbuatan tersebut mereka meminta maaf," kata Ferry. Sedangkan tata cara pengampunan secara adat telah dilakukan saat perjanjian damai itu berlangsung.
Selain itu, pihak kedua juga mengakui kedudukan istri PB XIII yang bergelar Kanjeng Ratu Paku Buwana sebagai permaisuri. Lantas, Lembaga Dewan Adat juga akan membubarkan diri dua pekan setelah perjanjian itu ditandatangani. Menurut Ferry, kedua belah pihak juga bersepakat untuk mencabut laporan pidana serta gugatan perdata yang telah dilayangkan.
Salah satu adik PB XIII yang selama ini berada di kubu Lembaga Dewan Adat, KGPH Puger berharap perdamaian tersebut benar-benar akhir dari konflik. “Lembaga Dewan Adat siap untuk dibekukan,” katanya.
Pihaknya juga menyatakan bahwa PB XIII merupakan penguasa tertinggi dalam keraton. “Selanjutnya kami semua akan bersama-sama melestarikan keraton sebagai cagar budaya,” katanya.
Baca: Konflik Keraton Solo, Tjahjo: Pemerintah Menyerahkan ke PB XIII
Pertemuan perdamaian itu sendiri berlangsung sejak Jumat malam sekitar pukul 22.00 WIB dan berakhir Sabtu dinihari. Beberapa polisi bersenjata terlihat hilir mudik di sekitar keraton untuk mengamankan pertemuan itu.
Konflik keluarga keraton itu terjadi setelah PB XII wafat tanpa memiliki putra mahkota sekitar 13 tahun lalu. Dua anaknya, Hangabehi dan Tedjowulan sama-sama mengklaim dirinya sebagai PB XIII.
PB XIII Hangabehi bertahta di dalam keraton dengan didukung adik-adiknya dari satu ibu. Sedangkan PB XIII Tedjowulan keluar dari keraton dan menduduki singgasananya di kawasan Kottabarat.
Pada 2012 lalu raja kembar itu berdamai. Tedjowulan akhirnya melepaskan gelar PB XIII dan mendampingi Hangabehi sebagai Maha Patih.
Namun, pendukung Hangabehi justru menolak perdamaian terkait konflik Keraton Surakarta. Mereka lantas membentuk Lembaga Dewan Adat dan menguasai keraton. Bahkan, PB XIII Hangabehi selama beberapa tahun tidak bisa duduk di singgasananya.
AHMAD RAFIQ