TEMPO.CO, Denpasar - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 2.300 rekening bermasalah milik pimpinan daerah dan keluarganya antara 2004-2011. Ratusan di antaranya telah diselidiki untuk mengetahui dugaan penyimpangan keuangan negara.
Mantan Ketua PPATK, Yunus Husein, yang kini menjadi tenaga ahli pada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan menyatakan tidak seluruhnya merupakan tindak pidana korupsi.
“Ada juga yang proyeknya belum selesai, tapi laporan anggaran harus sudah disampaikan,” ujarnya, Kamis, 12 April 2012, di Denpasar usai pembukaan seminar “Optimalisasi Tata Kelola Keuangan Daerah” yang diadakan Asosiasi Pemerintah Kabupaten dan Kota Seluruh Indonesia (Apkasi).
Adapun yang terindikasi sebagai penyimpangan gampang dilihat dari pola perputaran uangnya. “Biasanya diputar-putar saja di antara istri, anak-anak, dan keluarga yang lain,” kata dia.
Yunus membantah bahwa penelusuran rekening yang dilakukan oleh PPATK merupakan pelanggaran hukum perbankan yang melindungi kerahasiaan nasabah. Hal itu diatur dalam UU No 28 Tahun 2010, yang di dalamnya PPATK bisa mengakses rekening seseorang tanpa menunggu penetapan status tersangka oleh pengadilan.
“Kalau namanya tidak pernah kami sebutkan, tapi wartawan biasanya menulis berdasarkan bocoran data dari mana-mana. Itu tergantung pada kejelian wartawan,” ujarnya.
Dalam forum yang sama Ketua Apkasi H. Isran Noor menyatakan saat ini ada kekhawatiran dari para kepala daerah dalam mengelola keuangan negara. Sebab, kesalahan administrasi bisa berujung pada dugaan tindak pidana korupsi. “Kalau sudah dipanggil kejaksaan atau polisi, urusan jadi ruwet dan kita tidak nyaman lagi bekerja,” katanya.
Dia juga mengeluhkan pengawasan rekening oleh PPATK yang dianggap melanggar UU Perbankan, di mana hak pribadi pemilik rekening harus dilindungi. Apalagi kemudian nama pemilik rekening itu dimunculkan di media massa.
ROFIQI HASAN