TEMPO.CO, Jakarta- Sejumlah pengamat dan pakar hukum yang tergabung dalam Kelompok Lintas Hukum untuk Perubahan menilai para penegak hukum yaitu Polisi, Jaksa, dan Hakim sudah kehilangan hati nurani. Berbagai penanganan kasus yang dinilai tidak perlu diproses hingga pengadilan menunjukkan persoalan itu.
"Saya sudah tidak percaya lagi dengan penegak hukum di negara ini, kenapa hakim tidak ada hati nurani," kata Mantan Ketua Hakim Mahkamah Agung, Bismar Siregar dalam acara Pernyataan Keprihatinan Kelompok Lintas Hukum untuk Perubahan, Selasa, 7 Februari 2012.
Bismar menyatakan, hati nurani adalah hal yang sudah hilang dari para hakim. Dalam menangani sebuah perkara, para penegak hukum seolah tidak dapat mengambil keputusan yang adil bagi masyarakat.
Hal serupa juga dinyatakan, mantan Jaksa Agung Muda Penyidik Kejaksaan Agung, Chairul Imam, para penegak hukum kurang profesional. Ia juga menyatakan, penurunan kualitas ini terjadi di semua aparat hukum. Khususnya pada Kejaksaan, kurang profesionalnya Jaksa nampak pada kualitas tuntutan yang kerap tidak lengkap.
"Mereka juga tidak tahu apa tujuan peradilan, seharusnya kasus-kasus kecil tidak sampai masuk ke pengadilan," katanya.
Para penegak hukum, menurut Chairul, menganggap tujuan akhir dari suatu proses hukum adalah menghukum orang atau tersangka. Padahal, Chairul menyatakan, tujuan proses hukum adalah terciptanya rasa keadilan, sehingga tidak hanya berpatok pada delik perkara.
Pada awal Januari, masyarakat dikejutkan persidangan pencurian sandal jepit. AAL, siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Palu, Sulawesi Tengah menjalani sidang karena dituduh mencuri sandal jepit yang diklaim milik anggota kepolisian.
Kasus ini mencuat saat tiga remaja AAL, 15 tahun, FD (14), dan MSH (16) mencuri sandal dua petugas kepolisian, Briptu Rusli dan Simson Sipayung. Rusli dan Simson kemudian menganiaya ketiga remaja tersebut. Orang tua AAL melaporkan kedua polisi ke Propam Polda. Pelaporan ini berbalas dengan tuntutan pidana bagi AAL oleh Rusli dan Simson.
Pada November 2009, Pengadilan Negeri Purwokerto memvonis nenek Minah dengan pidana penjara satu setengah bulan dan masa percobaan tiga bulan. Minah divonis karena mencuri tiga buah kakao dari kebun milik perusahaan di Darmakradena, Banyumas, Jawa Tengah.
Terakhir, kasus Rasmiah, 54 tahun, seorang pembantu rumah tangga yang dituduh majikannya mencuri enam piring. Pengadilan Negeri Tangerang pada 2010 memvonis Rasmiah bebas. Tapi jaksa mengajukan permohonan kasasi dan MA memutus Rasmiah bersalah dengan vonis 4 bulan 10 hari.
FRANSISCO ROSARIANS