TEMPO.CO, BANDUNG- Oyoh, 93 tahun, seolah tak mengerti apa yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Bandung atas tuduhan kejahatan yang dilakukannya. Oyoh hanya menatap nanar dari kursi pesakitan, saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Bandung Selasa 11 Agustus 2015.
Oyoh memilih tertunduk lesu, ketika Jaksa Mumuh membacakan dakwaan, atas tuduhan pemalsuan surat tanah yang kini menjerat dirinya. Bibirnya mengatup, Oyoh diam.
Jaksa Mumuh membacakan dakwaan, dimana Nenek Oyoh, dituduh memalsukan surat kepemilikan tanah seluas 1840 meter persegi di jalan Dr. Djundjunan nomor 86-88 Kota Bandung. Masalah sengketa tanag bermula, saat Oyoh mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara terkait dengan usaha membatalkan surat tanah atas nama Soetjipto Lustojoputro.
"Sebelumnya, saksi Itok Setiawan dan Soetjipto Lustojoputro memiliki sebidang tanah dan bangunan di jalan Dr. Djundjunan dengan bukti kepemilikan berupa sertifikat atas nama Soetjipto Lustojoputro." kata Jaksa Mumuh.
Tanah dan bangunan itu, kata Mumuh diklaim milik Nenek Oyoh, yang diperoleh dari warisan.
Karena gugatan itulah, Itok Setiawan akhirnya melaporkan Nenek Oyoh ke Kepolisian Daerah Jawa Barat, atas tuduhan pemalsuan dokumen. "Bahwa terdakwa dengan sengaja memakai surat palsu yang seolah-olah surat itu asli," ujar jaksa.
Dokumen kepemilikan yang ditunjukkan Nenek Oyoh, diperiksa Laboratorium Forensik Mabes Polri pada 2008. Disebutkan dalam dokumen itu, surat tanah yang dimiliki Nenek Oyoh, diteken 10 Desember di Soekadjadi 1936, ternyata produk cetak yang berbeda dengan dokumen milik Itok dan Soetjipto.
Dalam kasus kepemilikan tanah ini, tak hanya Nenek Oyoh yang menjadi terdakwa, tapi juga Amin Mustofa, anaknya. Amin juga ikut diadili karena diduga telah membantu terdakwa memalsukan data hak milik. "Akibat perbuatan mereka, korban Itok Setiawan mengakibatkan kerugian mencapai Rp1 milyar dan berdampak perekonomiannya terhenti dan terganggu kesehatannya," ujar jaksa.
Jaksa menjerat Nenek Oyoh dan anaknya, Pasal Pidana 263 ayat 2 jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman penjara paling lama 7 tahun.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Ardi Ardian, mengajukan in absensia atau izin untuk terdakwa tidak hadir dalam persidangan kepada hakim. Pengajuan tersebut diajukan lantaran tetakwa Oyoh yang sudah uzur sudah tidak memungkinkan mengikuti proses persidangan.
"Masalah umur harusnya dipertimbangkan. Seharusnya, ada rasa keadilan," ujar Ardi
IQBAL T. LAZUARDI S