TEMPO.CO, Jakarta - Wacana pemerintah Indonesia menawarkan kewarganegaraan ganda bagi para diaspora mulai ramai dibahas. Tawaran tersebut pertama kali datang dari pernyataan Menteri Koordinator (Menko) Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Reuters melaporkan, Menko Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan pada Selasa, 30 April 2024 menyatakan bahwa, “Kami juga mengundang diaspora Indonesia dan kami juga segera memberikan mereka yang berkewarganegaraan ganda,” ujarnya.
Menurut dia, langkah tersebut bisa mendorong masuknya tenaga terampil ke Tanah Air. "Yang menurut saya akan membawa orang-orang Indonesia yang sangat terampil kembali ke Indonesia," kata Luhut.
Media Malaysia The Stars hingga media Amerika Serikat Bloomberg juta melaporkan tentang pernyataan yang Luhut lontarkan saat bertemu CEO Microsoft Satya Nadella, yang menjanjikan investasi sebesar US$1,7 miliar di Indonesia.
Aturan Kewarganegaraan di Indonesia
Diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia disebutkan bahwa Indonesia tidak mengakui kewarganegaraan ganda (bipatride) bagi orang dewasa. Lebih lanjut, disebutkan bahwa seseorang yang mempunyai warga negara ganda harus memilih salah satunya saat memasuki usia 18 tahun atau setelah menikah.
Terdapat beberapa asas kewarganegaraan dalam peraturan tersebut, yakni asas ius soli (law of the soil), asas kewarganegaraan tunggal yang menentukan suatu kewarganegaraan bagi setiap orang, serta asas kewarganegaraan ganda terbatas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak sesuai ketentuan dalam UU.
UU Kewarganegaraan tersebut memberi penegasan bahwa tidak ada kewarganegaraan ganda atau tanpa kewarganegaraan bagi seseorang.
Kemenkumham, pada 2022, merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia. Salah satu tujuan revisi untuk membantu penyelesaian masalah kewarganegaraan yang terjadi akibat diaspora, kawin campur dan sebagainya.
Perubahan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Cara Memperoleh Kehilangan Pembatalan Dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Sebelumnya, kewarganegaraan ganda sempat menimbulkan kontroversi pada 2016 ketika Presiden Joko Widodo alias Jokowi mencopot Arcandra Tahar dari jabatan menteri energi dan pertambangan setelah kurang dari sebulan menjabat menyusul laporan bahwa ia memegang paspor AS dan Indonesia.
Dilansir dari laman news.unair.co.id, kasus kewarganegaraan ganda serupa juga pernah terjadi, salah satunya seorang pelajar SMA di Depok, Jawa Barat, bernama Gloria Natapradja Hamel yang dinyatakan gugur hanya beberapa hari menjelang Upacara Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2016.
Sebelumnya, ia dinyatakan lolos seleksi sebagai Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) di Istana Merdeka. Namun, diketahui ternyata Gloria memiliki paspor Prancis, seperti ayahnya, walaupun ibu Gloria adalah seorang Warga Negara Indonesia.
Presiden Jokowi sempat memerintahkan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly untuk membuat kajian mengenai status kewarganegaraan. Yasonna mengatakan kebijakan ini akan ditujukan kepada diaspora atau warga negara Indonesia yang tersebar di luar negeri.
Hal tersebut dikatakan Yasonna, pada Kamis, 7 Maret 2024, usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi. Dalam kesempatan yang sama, Yasonna tidak mengelaborasi rincian rapat bersama Jokowi terkait beberapa pertanyaan soal target kebijakan kewarganegaraan ini.
Pada 13 Maret 2024, Yasonna memastikan Pemerintah Jokowi tidak mengkaji soal dwi kewarganegaraan warga negara Indonesia (WNI). "Kajian belum selesai. Lagi dikaji di Kemenko. Bukan (soal dwi kewarganegaraan)," kata Yasonna.
MICHELLE GABRIELA | REUTERS | TIM TEMPO | SUKMASARI
Pilihan Editor: Anggota Komisi I DPR Sebut Kewarganegaraan Ganda Tak Boleh Semata karena Alasan Ekonomi