TEMPO Interaktif, Jakarta - Organisasi pemantau pemilihan umum Centre for Electoral Reform (CETRO) menilai pengesahan perubahan atas Rancangan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu menjadi undang-undang hanya akan memperburuk pelaksanaan pemilihan umum pada 2014 mendatang.
Menurut Direktur Eksekutif CETRO Hadar Navis Gumay, yang memperburuk adalah unsur partai politik dalam Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi salah satu indikasinya. "Peraturan baru yang dibuat ini sungguh tidak adil. Partai politik akan semakin punya banyak tangan untuk mempengaruhi proses pemilu. Konsep bagi mereka untuk saling mengawasi itu tidak akan jalan," kata Hadar di gedung DPR, Selasa 20 September 2011.
CETRO bersama sejumlah organisasi yang peduli pelaksanaan pemilu dan para akademisi akan segera mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi terhadap beberapa pasal krusial. Di antaranya, pasal soal panitia seleksi komisioner KPU, persyaratan menjadi anggota dan komisioner KPU dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan pasal soal Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP). "Kami akan menyiapkan bahan gugatannya," ujar Hadar.
Menurut Hadar, kendati kader partai politik harus berhenti dari keanggotaan ketika mendaftar sebagai anggota atau komisioner KPU, tapi kenetralannya masih diragukan. Panitia seleksi dalam hal ini memegang peran penting untuk meloloskan calon yang benar-benar dijamin netralitasnya. "Non partisanship menjadi unsur yang penting. Pansel harus betul-betul membuat bobot perkiraan sikap dan independensi dan non partisanship, itu punya penekanan," ujar dia.
Hadar menilai kualitas undang-undang penyelenggara pemilu yang baru disahkan DPR hari ini secara keseluruhan lebih buruk daripada undang-undang yang digunakan dalam pemilu sebelumnya. "Ancaman menyelenggarakan pemilu secara mandiri dan non partisan jauh lebih buruk. Coba bongkar semua catatan pemilu, banyak masalah terutama di penyelenggaranya," kata dia.
MAHARDIKA SATRIA HADI