TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi, mengatakan Badan Intelijen seharusnya beranggotakan kalangan sipil. Alasannya, Badan Intelijen sepenuhnya merupakan badan sipil yang bertanggung jawab kepada Kepala Negara dan Dewan Perwakilan Rakyat, di mana keduanya adalah perangkat sipil.
"Meskipun, dimungkinkan individu berlatar belakang militer bergabung," kata Hendardi dalam diskusi mengenai Rancangan Undang-undang Intelijen Negara di Jakarta, Selasa 31 Mei 2011.
Individu militer boleh saja bergabung menjadi bagian dari intelijen, tapi ia harus sudah tidak berkarier lagi di militer. Kecuali untuk intelijen-intelijen yang ada di lembaga hukum dan militer seperti di TNI, kepolisian, atau kejaksaan.
Menurut Hendardi, kenyataannya rumusan RUU tentang Intelijen Negara masih memberi ruang untuk anggota TNI dan polisi aktif menjadi anggota intelijen, bahkan dalam porsi cukup dominan. Soal itu dirumuskan dalam Ppasal 21 Ayat 1 RUU Intelijen Negara.
Pada ayat itu disebutkan bahwa sumber tenaga intelijen negara berasal dari masyarakat, Markas Besar TNI, Markas Besar Kepolisian RI, kejaksaan, dan intelijen negara lainnya. Padahal, jika intelijen dikembalikan posisinya sebagai lembaga sipil, ia bisa menolak perintah penguasa yang bertentangan dengan tujuan nasional negara.
KARTIKA CANDRA