TEMPO Interaktif, Jakarta - Jaksa penuntut menolak semua eksepsi (nota pembelaan) yang diajukan Paskah Suzetta, politisi Partai Golkar yang menjadi terdakwa kasus cek pelawat, dalam sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, hari ini Rabu (20/4).
Penolakan jaksa adalah soal bentuk dakwaan subsidaritas, seperti keinginan penasihat hukum Paskah karena dakwaan alternatif yang diajukan jaksa lebih efisien. Hal ini, menurut jaksa, dapat menghindari pelaku tindak pidana terlepas dari pertanggungjawaban hukum dan memberikan pilihan bagi penuntut umum atau hakim untuk menerapkan hukum yang lebih tepat.
Dakwaan alternatif yang dikenakan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional periode 2004-2009 itu adalah Pasal 5 Ayat 2 junto Pasal (1) huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pemberantasan Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999) junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kalau memilih dakwaan subsidaritas, menurut jaksa Edy Hartoyo, penuntut umum dan hakim wajib membuktikan dakwaan primer terlebih dahulu. "Sementara, untuk dakwaan alternatif, penuntut dan hakim bebas membuktikan dakwaan sesuai dengan bukti," ujarnya.
Sedangkan mengenai permintaan pengacara Paskah bahwa kliennya harus diadili terpisah dengan berkas terpisah pula, menurut Jaksa Edy harus ditolak. Alasannya, selain jaksa punya kewenangan menyatukan berkas, penyatuan berkas memudahkan pembuktian dakwaan.
Berkas untuk Paskah disatukan bersama Ahmad Hafiz Zawawi, Marthin Brian Seran, Bobby Suhardiman, dan Anthony Zeidra Abidin. Mereka berlima adalah berkas kedua dari Fraksi Partai Golongan Karya yang menerima duit usai pemenangan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004. Berkas pertama cek pelawat dari Fraksi Partai Golkar terdiri dari TM Nurlif, Baharuddin Aritonang, Asep Ruchimat, Hengky Baramuli, dan Reza Kamarullah.
DIANING SARI